By. Angela Januarti
Tiga hari ini, mess kami kedatangan
tamu mungil. Seekor kucing dengan bulu-bulu kuning keemasan. Aku yang
termasuk tidak menyukai kucing cuek-cuek saja. Ketika ia mencoba
mendekatiku, aku malah menghindar. Aku geli.
Dua teman
yang terlihat menyukai kucing cukup senang. Satu diantaranya membiarkan
kucing tidur disampingnya pada malam hari di kamar. Kok bisa ya? Aku
bingung.
Kemarin hingga tadi malam aku masih saja cuek.
Entah kucingnya kelaparan atau tidak aku masih tidak peduli. Kadang ia
tidur di kamar sebelah, sendirian tanpa teman. Ibunya juga tidak tahu di
mana. Tubuhnya terlihat mungil dan manis. Saat-saat begini aku merasa
iba, aku mulai memanggil kucing itu. Jelaslah aku berbicara sendiri,
tapi lucu saja hatiku menjadi gembira.
Tengah malam
mendadak aku kelaparan. Sudah jauh malam, aku tidak mau lagi makan jam
segini. Tapi perutku tidak mau diajak kompromi. Akhirnya aku memilih
tidur saja dengan perut kelaparan. Cukup menyiksa, itu yang kurasakan.
Aku kembali terbangun pukul setengah lima pagi. Sudah mencapai puncak
laparnya. Aku memilih untuk memasak nasi di rice cooker, paling tidak harus sarapan. Badanku lemah sekali, seperti mau demam.
Sudah mandi dan segar, aku bergegas membuat menu sarapan. Telur dadar sangat praktis untuk mengganjal perutku.
Kucing mungil tadi sudah terbangun. Ia mendekatiku, sepertinya juga kelaparan.
“Meau mau makan? Tunggu ya aku lagi masak.” Aku berguman sendiri pada kucing itu.
Kubagi
menu sarapanku padanya. Terlihat ia sangat kelaparan dan makan dengan
lahap. Hanya sedikit, semoga bisa menggenyangkannya hingga aku pulang
kerja dan memasak lagi.
Saat aku sibuk bermake-up sebelum berangkat kerja, kulihat ia kembali terbaring dikasur kamar. Apa ia masih lapar ya?
Kucing itu mengusik pikiranku. Aku sudah kenyang tapi belum tahu apa
kucingnya merasakan hal yang sama. Ujung-ujungnya aku memberinya makan
lagi.
Saat memandang kucing mungil itu, aku terpikir
sesuatu. Alangkah banyaknya orang kelaparan di dunia ini. Si kucing
termasuk beruntung hari ini. Ya, meski aku tidak suka dengan kucing, aku
juga tidak tega melihatnya kelaparan saat aku dengan nyaman menyantap
sarapanku.
Kucing, aku juga beruntung belajar dari kamu
pagi ini. Sekalipun aku tidak suka, aku belajar mengasihimu dan
memberimu makan dari apa yang kumiliki.
Tanpa aku sadari,
ketika melihatmu makan dengan lahap, hatiku bersukacita. Aku terus
berkata-kata kepadamu, meski kamu tidak menjawabnya.
Itulah sukacitaku yang terjadi pagi ini …
Sintang, 21 Maret 2012
SCA-AJ.020187
Setiap kepingan kehidupan memiliki keajaibannya sendiri. Keajaiban itulah yang ingin kubagikan dengan menulis.
22 Maret 2012
KISAH SEEKOR KUCING
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
- Angela Januarti
- Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar