8 Desember 2012

Oase Hidup Malaikat Kecil

#We Love You, Mom#
Oleh. Angela Januarti

Pagi ini aku disuguhkan satu renungan yang indah dari seorang Bapak yang kukenal. Bercerita tentang ibu dan anak yang saling rindu karena jarak. Dan aku juga mengenal sang ibu tersebut. Aku membaca kalimat terakhir yang menyentuh dan menyejukkan : “Ikatan kasih sayang bisa terjalin dengan indah meski ribuan mil jarak yang memisah. Rasa rindu tak harus tuntas dengan bertemu. Rasa sayang tak harus lunas dengan dekapan. Banyak cara untuk mengungkapkannya. Gaya mungkin berbeda. Namun maknanya sama: CINTA.” Sesaat aku bisa merasakan bagaimana perasaan itu, meski aku bukan seorang ibu. Anggaplah jiwa keibuanku muncul seketika.

Membaca renungan itu membuatku rindu mamaku. Padahal baru saja dua hari yang lalu kami bertemu. Dan seperti biasa, aku akan sangat manja bila berada di rumah. Kebiasaan yang sering kulihat, Mama tidak pernah pilih kasih untuk menyayangi anak-anaknya. Misalnya saja, kalau ada makanan yang kami sukai, ia akan menyimpannya sampai kami pulang ke rumah. Atau mengirimkannya agar semua bisa menikmati makanan yang sama. Bila hari raya, Mama akan terlihat sedih kalau satu diantara kami tidak ikut berkumpul.
Mama tidak pernah melarang anak-anaknya ikut semua kegiatan yang positif. Ia selalu mendukung dan mendoakan kami. Mama akan mengirimkan sms atau menelepon bila kami seperti menghilang tanpa kabar. Kalimat yang diucapkan mama sangat sederhana : “Lagi apa, sudah makan belum?”


Bagiku Mama itu luar biasa. Aku selalu bisa menjadi diri sendiri di depannya. “Anak-anakku semuanya manja. Baik yang sudah berkeluarga, sudah berkerja dan yang masih kuliah.” Kalimat ini sangat sering diucapkan mama dan kami selalu tersenyum bahagia mendengarnya.
Kami menyayangimu Mama. Terima kasih untuk semua dukungan, doa dan kasih sayangmu. Cintamu seperti air yang terus mengalir tanpa henti, menghadirkan kesejukan dan membuat hati kami tenang. Kami berjanji akan selalu membuatmu bahagia. We love you Mom!

Sintang, 9 Oktober 2012
SCA-AJ.020187

SENJA KEDUA PULUH EMPAT DI BIARA MENYURAI

#Sebuah Benih#
Oleh. Angela Januarti

Di sela kesibukan mengunjungi banyak tempat untuk tugas yang diberikan. Merasakan senja selalu menjadi satu kerinduan tersendiri dalam hatiku. Bukan hanya tempatnya. Pertemuan dengan mereka semua yang ada di sana dan mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi sungguh membahagiakan.
Aku mengunjungi biara Menyurai seperti biasa. Biara terlihat mulai ramai. Aku segera masuk ruang doa untuk mempersiapkan diri. Ruangan sudah dipenuhi anak-anak asrama, Suster, Pastor, Bruder dan beberapa umat. Aku pun memilih duduk di kursi  pojok karena kursi-kursi sudah penuh.
Dalam misa kali ini aku tertarik dengan Injil yang dibacakan. Perumpamaan tentang penabur benih yang menabur pada banyak jenis tanah, memberikan satu perenungan yang indah. Aku mengibaratkan diriku sebagai sebuah benih. Tuhan tentu ingin aku jatuh di tanah yang baik, bisa tumbuh dan berbuah banyak. Ini seperti pesan untukku.
Aku ingin menjadi benih tersebut. Tapi aku sadar ada banyak kekurangan dalam diriku yang bisa membuat benih tumbuh tidak sempurna. Akhirnya, aku mencari satu hal yang bisa membuatku kuat. Ia adalah iman. Aku teringat renungan yang kubaca tadi pagi. Ada kalimat yang berbunyi : Iman yang kuat sangatlah diperlukan dalam upaya seseorang mewujudkan harapannya. Iman yang kuat membantu kita dalam membangun daya tahan untuk menghadapi hidup agar tetap berjalan lurus dan benar.

Senja menjadi salah satu cara menguatkan iman yang kumiliki. Apalagi ada satu kejadian yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Ketika persiapan persembahan dan Pastor mulai menuangkan anggur Ekaristi pada sebuah piala. Aku dapat mencium aroma anggur yang dituangkan. Mungkin ini terbawa angin dari kipas yang berputar. Sesaat aroma anggur membuat hatiku tenang. Hal tersebut kembali kurasakan untuk kedua kalinya, ketika piala perjamuan diangkat dalam Doa Syukur Agung. Aku tidak bisa menjelaskan lebih banyak tentang perasaanku. Tapi ini sangat istimewa.
Ya, Tuhan ingin aku jadi benih. Ia mengajariku untuk memiliki iman yang kuat di dalam-Nya. Akhirnya aku tahu bahwa perayaan Ekaristi adalah salah satu cara terbaik untuk menyatukan semuanya. Agar nanti aku bisa menjadi benih yang baik, tidak hanya dalam lingkup komunitas kecil. Tapi juga dalam pergaulanku dengan banyak orang.
Senja, selalu memberi pelajaran yang sederhana dan penuh makna.

Sintang, 22 September 2012
SCA-AJ.020187

25 September 2012

Oase Hidup Malaikat Kecil

*Menyaksikan Mujizat Tuhan*
Oleh. Angela Januarti


Pagi ini aku menemukan satu kutipan ayat yang kutulis dalam lembaran kecil berwarna orange. “Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.(Yoh 14:14)” Kutipan ini mengajakku memutar kembali memory tentang perjalanan akan satu hal yang ingin aku wujudkan.
Aku merenungkan tiap kejutan yang Tuhan hadirkan dalam Mujizat-Nya. Hal itu mulai kurasakan saat aku memperhatikan kejadian meski itu hal sederhana sekali pun. Kejadian yang terkadang membuatku bisa menangis atau pun tertawa bahagia. Aku mencoba mensyukuri semua dan membawanya dalam doa setiap hari.
Tahukah kalian? Aku kembali mendapatkan Mujizat Tuhan, saat tengah sibuk pergi dari satu kampung ke kampung lain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padaku. Aku tak bisa lagi membendung rasa bahagia yang memenuhi tiap relung hatiku. Bagiku kegembiraan ini tak bisa kurasakan sendiri, aku ingin membagikannya pada orang lain.

*
Seorang Kakak pernah berkata padaku : “Bila kita mendoakan seseorang yang dikasihi dengan tulus, doa itu akan disampaikan Tuhan dan ia bisa merasakannya.” Hal ini terus kulakukan selama tiga tahun terakhir. Seperti sebuah judul lagu Doa Mengubah Segala Sesuatu, inilah yang terjadi padaku.
Cerita ini aku tulis untuk berbagi bahwa kekuatan doa itu luar biasa. Sebuah perkenalan dengan seseorang tidak pernah terjadi karena kebetulan, tapi Tuhan ingin aku (kita) belajar banyak hal dari perkenalan tersebut.
Bila aku sudah menyaksikan Mujizat-Mujizat Tuhan yang Ia hadirkan untukku. Aku percaya tiap Sahabat yang membaca ini juga akan merasakan hal yang sama. Rancangan Tuhan selalu indah pada waktu-Nya “Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.” Satu ayat yang menguatkanku hingga terwujudnya Mujizat itu.

*
Sintang, 13 September 2012
SCA-AJ.020187

Senja Kedua puluh tiga di Biara Menyurai

*365 Hari Mengenal Senja*
Oleh. Angela Januarti


Hatiku sedang bersukacita. Ini kalimat paling tepat untuk menggambarkan apa yang kurasakan saat ini. Tepat 4 September 2012 aku merayakan satu tahun mengenal biara Menyurai.
Mengapa cerita senja sangat special untukku? Pertanyaan ini sering sekali terlintas dibenak orang-orang yang mengenalku. Beberapa dari mereka pernah kuajak untuk mengalami hal yang sama. Jadi aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar untuk menjawab pertanyaan mereka.
Mengenal cerita senja juga bisa dibilang kebetulan. Awalnya tidak ada kesan apa-apa. Tapi setelah aku mencoba mengikuti misa sore untuk pertama kali, menghayati tiap kejadian, perbincangan, nasihat dan banyak hal- senja berubah menjadi istimewa.

*
Angel, aku jadi ikut ke Menyurai ya. Satu sms yang dikirim Yanti sahabatku. Memang sejak beberapa hari yang lalu aku memberitahu ingin merayakan satu tahun senja di Biara Menyurai. Aku banyak cerita tentang sukacita yang terjadi hingga ia tertarik untuk ikut serta.
Kami bergoncengan menuju biara pukul 5 sore. Masih ada setengah jam waktu tersisa sebelum misa dimulai. Sesampai di parkiran, kami mendapati Pastor tengah sibuk membantu seorang Frater yang akan berangkat menuju Paroki Lanjing. Kami berkenalan dan berbincang sejenak.
Temanku masih terlihat canggung, namun aku mencoba membuatnya santai dan menikmati perbincangan kami. “Kayaknya Pastor harus traktir kami deh, kan merayakan 1 tahun aku mengenal senja di Biara Menyurai,” candaku disela perbincangan. “Pastor traktir kalian makan malam di sini ya. Makan malam sederhana,” balasnya.
Perbincangan harus dihentikan sebentar karena kami harus mengikuti misa sore. Ruangan doa dipenuhi oleh anak asrama, Suster, Bruder dan juga Frater. Masih ada beberapa menit sebelum misa dimulai. Kulihat raut wajah temanku gembira. Ada apa ya? Ia berbisik padaku “Lucu lihat anak-anak asramanya. Imut sekali, ada yang masih kecil.” “Iya, mereka anak SMP semua.”
*
Misa telah usai. Kami melanjutkan dengan bersantap malam bersama. Bercerita dan bercanda menjadi satu hal yang juga kusukai dalam senja. Terkadang ada saja yang bisa aku  pelajari dari perbincangan sederhana seperti ini.

Aku dan temanku pulang dengan kegembiraan dalam hati. Ya … senja selalu istimewa. Ketika sampai di rumah aku mengingat tiap mereka yang pernah hadir dalam senja dan mengajariku banyak hal. Bisa dibilang aku juga merindukan mereka semua.
Jarak, waktu dan tempat mungkin menjadi batas untuk bisa mengulang cerita ini. Namun aku bersyukur karena mereka pernah hadir dan mengajariku tentang kehidupan dan iman.
Senja … ia sederhana namun istimewa. Sesederhana tiap pribadi yang ada di dalam kisahnya.*

Sintang, 4 September 2012
SCA-AJ.020187
#Foto Biara Menyurai (Dokumentasi Kongregasi SMM)

OASE HIDUP MALAIKAT KECIL


*WEDDING ADVENTURE I – BERGEMBIRA BERSAMA MEREKA*
Oleh. Angela Januarti

Menikah tentunya membahagiakan. Tapi sayangnya kali ini bukan aku yang menikah. Aku memulai perjalanan menuju Desa Sei-Ayak untuk hadir dalam pernikahan seorang adik. Sudah hampir 10 tahun tidak pernah berkunjung, aku sempat ragu untuk pergi sendiri. Sempat bertanya dan janjian dengan teman, tapi akhirnya aku ketinggalan karena masih harus menyelesaikan beberapa tugas kantor.
Jalan berdebu, berbatu dan berlubang sudah biasa. Aku berpacu dengan waktu karena sudah senja. Maklum ini jalan ke desa, kadang agak sepi. Kalau sudah begini jalan seperti lurus saja, lubang-lubang pun aku tabrak.
Jarak tempuh 13 km dari simpang jalan besar. Aku sampai dan bersiap untuk menyebrang sungai menggunakan tambang. Matahari yang hampir tenggelam terlihat indah dan membuatku tersenyum gembira. Seorang teman menungguku dan kami bergegas untuk menyebrang. Di atas sampan, aku menikmati sungai Kapuas di Desa Sei-Ayak yang tengah pasang. Langit, matahari senja, pepohonan, orang menggunakan sampan, aliran sungai yang tenang benar-benar membuatku lupa dengan perjalanan yang cukup melelahkan.

Saat tiba, aku dan temanku di sambut dengan ramah. Kami mulai berkenalan dengan beberapa keluarga dari pihak pengantin laki-laki dan makan malam bersama. Tugas selanjutnya menemani pengantin wanita betangas menggunakan rempah-rempah. Andai punya cukup waktu, aku juga mau. Aroma dari rempah-rempah membuat perasaanku sangat tenang. Tapi … kali ini hanya khusus untuk pengantin saja.




Waktu berjalan tidak terasa. Tugas kami masih sama- menemani pengantin wanita. Kali ini dia mencoba gaun pengantin untuk acara besok. “Kakak, cantik nggak?” tanya adikku Pina.” “Iya, cantik gaunnya.” Pina sempat protes, ternyata bukan gaunnya yang dia tanya, tapi dia yang sedang menggenakan gaun. Ada-ada saja. Bagiku dia sangat cantik. Jadi teringat ucapannya padaku: “Kak, aku pernah bermimpi satu hari akan menjadi seorang putri dan menggenakan pakaian penggantin. Besok … semuanya akan terwujud.”  Aku ikut gembira melihatnya berbahagia.
*
Sudah pukul sepuluh malam. “Kak, lihat mereka dekorasi yuk,” ajak Pina. Meski sudah mengantuk kami pergi untuk bantu-bantu di tempat resepsi. Ternyata masih ramai. Pengantin pria dan beberapa teman tengah sibuk. Menit pertama … karena belum akrab, kami bertiga masih sibuk membantu beberapa gadis yang tengah memplester sedotan pada minuman mineral.
Menit berikutnya, kami mulai bercanda. Belum lagi kelucuan pasangan pengantin (Pina dan Hendro) yang sempat bergaya di depan kamera seraya sibuk beres-beres. Selanjut-selanjutnya, semua menyatu dengan akrab hingga tengah malam. Rasa mengantuk pun hilang seketika.




Sudah hampir jam 1 pagi. Saatnya istirahat untuk mempersiapkan diri mengikuti puncak acara dalam misa esok harinya. Satu hari yang melelahkan, namun sangat menyenangkan.
*
(to be continue ….)
Sei-Ayak, 31 Agustus 2012
SCA-AJ.020187

*Tulisan juga bisa dilihat di : http://baltyra.com/2012/09/07/oase-hidup-malaikat-kecil-wedding-adventure-1-bergembira-bersama-mereka/

29 Agustus 2012

Oase Hidup Malaikat Kecil

By. Angela Januarti

#HUJAN BUKAN PENGHALANG#

Senin pagi di penghujung bulan Agustus 2012, Kota Sintang diguyur hujan deras. Detak jarum jam terus terdengar, seperti tidak mau kalah dengan gemuruh hujan. Aku bersama teman-teman tengah bersiap untuk berangkat kerja sebelum pukul 7.30. Bisa dibilang kami berpacu dengan waktu karena absen masuk kantor di setting 7.30. Berniat untuk terus disiplin dengan waktu, aku dan dua teman tetap memilih berangkat dengan menggenakan mantel.


Awal perjalanan, semua biasa saja. Kalau ditanya apa hujan membuatku kesal. Jawabannya tidak. Karena aku sangat menyukai hujan. Aku senang menikmati tetesan hujan yang membuatku sedikit kedinginan. Tapi … tunggu dulu. Aku terkejut karena jalanan di Kota Sintang tergenang air. Bahkan ada satu keluarga (Ayah, Ibu dan anak) yang terjebak dan motornya mogok. Apalagi mereka tidak menggunakan mantel. Basah kuyup sudah mereka semua. Aku terus melaju dengan kecepatan sedang, mencoba melewati genangan air yang cukup dalam. Anggaplah ini rintangan kecil dalam perjalanan.
Sesampai di parkiran kantor, kudapati teman-teman yang sudah datang dan juga basah kuyup. Bahkan ada yang rela menggunakan pakaian biasa dan harus ganti lagi ketika tiba di kantor. Sedangkan aku dan beberapa teman memilih langsung menggunakan pakaian kerja. Lucunya, seorang adik lupa kalau hujan deras. Dengan santai dia menggenakan kaos kaki dan sepatu kerjanya. Alhasil, semua basah dan tidak bisa dikenakan lagi hingga ia harus menggenakan sendal. Sembari santai mengeringkan pakaian yang sedikit basah, aku memadangi teman-teman dengan tingkahnya masing-masing.



Berselang beberapa menit, ada lagi teman yang datang menggenakan mantel. Kali ini tampangnya seperti astronot, dengan mantel setelan (baju dan celana) dan tas ransel berisi perlengkapan kerja.


Meski hujan, semua tetap bersemangat berangkat kerja dengan berbagai cara. Hujan bukan jadi penghalang memulai aktivis kerja. Bahkan bila diperhatikan, ada saja cerita yang bisa dibagikan karena hujan.*

Sintang, 27 Agustus 2012
SCA-AJ.020187

2 Agustus 2012

SENJA KEDUA PULUH DUA DI BIARA MENYURAI

By. Angela Januarti
#TUMBUH DAN MENJADI BESAR#

Dipenghujung bulan Juli aku merasa rindu untuk kembali melewati senja. Sudah satu bulan lebih sembilan hari aku tidak memiliki kesempatan itu. Akhirnya aku mengirimkan sms dan menanyakan pada Pastur, apakah ada misa sore hari ini. Ketika kubaca sms yang mengatakan ada misa, hatiku merasa sangat gembira. Aku seperti anak kecil yang mendapatkan hadiah dan meloncat kegirangan.

Aku menuju biara setelah jam kerja usai. Saat memasuki biara, aku bertemu Pastur dan berbincang sebentar. Perbincangan yang menyenangkan tentang acara tahbisan enam Mawar yang berlangsung meriah beberapa minggu lalu dan satu Mawar lain dua hari lalu.

Suasana misa sore ini terasa meriah karena ruangan dipenuhi para suster dan anak asrama. Bahkan ada yang duduk di bagian luar karena memang ruangan doanya tidak terlalu besar. Namun semua itu tidak menghilangkan suasana hening. Misa dipimpin oleh Pastur Paroki Benua Martinus yang kebetulan menginap di Menyurai. Dalam misa kali ini aku senang mendengarkan bacaan Injil tentang biji sesawi yang kecil , tetapi bila sudah tumbuh akan lebih besar dari  pada sayuran yang lain. Perumpamaan ini memberikanku renungan bahwa semua yang besar berawal dari hal kecil. Jadi aku bisa lebih menghargai itu.

Setelah misa selesai, Pastur mengajakku untuk makan malam bersama sekaligus berkenalan dengan seorang Bruder yang belum lama pindah ke Menyurai. Kami berbincang seraya bersantap malam. Ada banyak cerita yang mereka bagikan padaku. Salah satu yang berkesan adalah tentang satu komunitas kaum muda bernama Choice. Aku suka dengan motto mereka, “Choice : To know, to love, to serve.”

Ketika kami sudah selesai bersantap dan membereskan perlengkapan makan, aku diajak untuk mengikuti completorium. Awalnya aku sedikit kebingungan dengan istilah ini, tapi setelah dijelaskan artinya ibadah penutup, aku menjadi mengerti.

“Angel baru tahu ada istilah ibadah penutup, Pastur. Biasanya  Angel hanya tahu setiap malam minggu ada doa Rosario setelah makan malam.” Pastur tersenyum mendengar ucapanku dan kami segera bersiap untuk ibadah penutup.
Pertama kali mengikuti ibadah ini membuatku cukup kebingungan meski ada buku kecil yang digunakan sebagai panduan. Sesekali Pastur memberi tahu halaman buku yang digunakan. Lucunya adalah aku tidak pandai membaca not lagu, tapi ada beberapa doa yang harus dinyanyikan. Aku belajar  mengikuti dan bernyanyi secara perlahan. Meski begitu aku merasa senang dapat ambil bagian mengikuti misa sore hingga completorium.

Hari semakin larut dan aku berpamitan untuk pulang ke rumah. Sesampai di rumah dan hendak menuliskan catatan kecil, kalimat to know, to love, to serve membuatku merenungkan tentang pengalaman senjaku.

Senja di biara Menyurai mungkin hanya pengalaman-pengalaman kecil bagiku. Tapi ketika tiap senja berlalu, selalu ada hal baru yang kudapatkan. Tanpa kusadari semua itu membuatku lebih baik hari demi hari. Membuatku belajar banyak hal yang tidak kuketahui. Pada akhirnya ketika aku semakin tahu, semakin mencintai, aku bisa semakin mengerti seperti apa melayani dengan pilihan yang kupilih.

Seperti biji sesawi yang kecil, aku percaya diriku akan tumbuh menjadi besar dari pengalaman ini.

Senja di biara Menyurai, senja yang selalu berkesan dan penuh pengalaman manis.

Sintang, 30 Juli 2012
SCA-AJ.020187

OASE HIDUP MALAIKAT KECIL

TAWAKU ADA KARENA MEREKA
By. Angela Januarti

Pagi ini perasaanku lebih nyaman setelah harus istirahat karena sakit. Kupanaskan air untuk mandi dan mempersiapakan diri untuk masuk kerja. Tidak lupa juga aku sarapan, karena bulan puasa warung di seberang kantor juga tutup. Jadi aku memilih memasak menu ringan untuk bisa kusantap.

Setelah semua beres, seorang adik bernama Ujang menuju dapur. “Yan, kak Angel …,” ucapannya terpotong. “Aku pikir tadi Yanti kak,” ujarnya. Ternyata dia mau menanyakan pada sahabatku Yanti apa aku sudah berangkat kerja. Langsung saja aku menjawab ingin ikut dia.

Ujang mengendarai motor King dengan kecepatan sedang. Suasana pagi setelah diguyur hujan semalaman sangat sejuk. Jarang sekali aku bisa menikmati perjalanan menuju kantor seperti ini. Biasanya kalau membawa motor sendiri, aku terlalu fokus mengendarai motor dengan baik agar selamat sampai tujuan. Kali ini memang berbeda. AKu membiarkan angin pagi menerpa wajahku dan memberikan kesejukan. Kupandangi sekeliling sepanjang perjalanan. Pohon-pohon rindang, lalu lintas yang mulai ramai, burung-burung yang beterbangan serta sungai Kapuas yang mengalir perlahan. Suasana seperti ini membuatku sesekali tersenyum sendiri.

Sesampai di parkiran kantor, aku bertemu beberapa sahabat yang juga baru datang. Pina adik seperjuangan menyapaku: “Kakak sudah sembuh?” tanyanya. “Belum terlalu Pina.” “Loh, kenapa masuk?” tanyanya lagi. “Karena ada beberapa hal yang harus dikerjakan,” jelasku. Sapaan kecil seperti ini membuatku tahu mereka peduli padaku.

Aku menuju ruang meeting untuk ikut briefing pagi. Sudah ada beberapa sahabat yang datang. Aku tersenyum pada mereka dan merasakan suasana yang penuh kekeluargaan. Kami membicarakan beberapa hal sebelum memulai aktivitas masing-masing. Saat briefing masih berlangsung, seorang adik bernama Tini berbicara padaku: “Kak, siapa yang pegang handphone pribadi kakak?” tanyanya. “Kakak, memangnya kenapa?” “Ada aku kirim sms, baca deh,” balasnya. Aku membuka sms yang dia kirimkan dan tertawa geli. Smsnya berbunyi: Kakak Engel cantik … hehehe.

Setelah kami menutup briefing dengan doa pagi. Kami sibuk untuk memberikan tanda tangan pada buku briefing. Aku mencari pulpen dan melihat ada gantungan dua boneka Koala dalam kotak pensil. Kuambil salah satunya dan memberikan pada Tini seraya berkata: “Kado untukmu karena kamu bilang kakak cantik pagi ini.” “Lucunya …,” ujarnya senang. Semua sahabat yang mendengar ucapanku heboh dan kami tertawa bersama. Sesaat ruang meeting menjadi ruang yang penuh keceriaan sebelum kami bubar ke ruangan masing-masing.

Bagiku cerita pagi ini bersama mereka membuat semangat untuk memulai hari dan melanjutkan aktivitas dalam bekerja. Hati yang ceria, hadirkan damai dan sukacita. Mereka para sahabat yang luar biasa.
Tawaku ada karena mereka.

Sintang, 26 Juli 2012
SCA-AJ.020187

29 Juni 2012

SENJA KEDUA PULUH SATU DI BIARA MENYURAI

By. Angela Januarti
#MENEMUKAN HARTA DAN BERBAHAGIA#

Pagi ini aku terpikir untuk kembali mengunjungi biara dan mengajak beberapa temanku. Aku mengirim sms sebelum berangkat kerja. Sesampai di kantor aku memastikan apa mereka akan ikut melewati senja dan misa bersama. Terlihat mereka masih ragu, apalagi hari ini kami menggenakan pakaian dinas resmi kantor dengan setelan jas yang cukup membuat gerah hingga menjelang sore; sedangkan aku memang sudah menyiapkan pakaian ganti.

Saat makan siang perbincangan kembali kuulang, aku menceritakan senja-senja yang sudah kualami. Bagiku tiap senja memiliki kesan tersendiri. Akhirnya satu teman memastikan akan ikut, sedangkan satu lagi belum.

Senja hampir tiba, pekerjaanku sudah selesai dan aku hendak mempersiapkan diri menuju biara. Aku kembali menanyakan pada satu temanku apa ia akan ikut dan ia menjawab iya. Kami bertiga segera berangkat dengan membawa kamera untuk berfotoria. Beginilah kalau sudah berkumpul, senangnya foto-foto. Karena agak awal datangnya, kami punya cukup waktu untuk menikmati suasana di sekitar biara.

Aku mengajak mereka menuju hutan di belakangan biara yang terdapat patung Bunda Maria Regina Pacis. “Suasananya enak sekali ya?” ujar salah satu temanku yang baru pertama kali mengunjungi biara. Mulailah kami bersukacita dengan mendokumentasikan permandangan sekitar.

“Sudah ya, kita bersantai di taman lagi aja,” saranku. Awalnya teman-teman penasaran dimana tamannya. Aku duduk di kursi taman dan mengajak mereka bersantai, “Tamannya mana kak? Masih ada waktukah bersantai?” ucap seorang teman. Aku tertawa seraya menjawab: “Inilah tamannya, lihat view tanaman dengan warna-warni dedaunan dan bunga yang bermekaran.” Kami bersantai sejenak ditemani seorang diakon yang sudah kukenal.

Kami mengikuti misa sore bersama, suasana hening menunggu misa dimulai selalu membuat hatiku tenang. Tidak begitu lama, seorang pastur memasuki ruang doa dan lagu pembukaan dinyanyikan. Hari ini gereja memperingati hari St. Aloysius Gonzaga, seorang pemuda dari keluarga bangsawan yang memilih meninggalkan harta dan kehidupan bangsawannya dan masuk biara pada usia tujuh belas setengah tahun. Jujur saja, saat aku mendengar sekilas tentang St.Aloysius Gonzaga yang diceritakan oleh pastur, hatiku tersentuh. Keesokan harinya aku bahkan mencari tahu dan membaca biografinya.

Dalam pencarianku, aku menemukan banyak hal yang memberikan perenungan pribadi. Terlebih ketika aku mulai ingin memilih kemana langkah kakiku selanjutnya, Tuhan memberikan petunjuk dalam ayat yang kubaca. “Kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” (Mat 6:20)

Sejenak aku teringat satu kesempatan bersama papa di rumah. Kami menonton satu acara yang menampilkan keluarga yang hidup kekurangan dengan banyak anak-anak. Aku berkomentar: “Gimana caranya mereka bisa hidup seperti ini?” lalu papaku menjawab: “Tapi hidup mereka bahagia,” aku terdiam. Papa benar, mereka terlihat bahagia dengan kesederhaannya.

Senja kali ini, aku diajak untuk menemukan harta sebenarnya. Harta yang selama ini kucari dalam perjalanan hidup dan membawaku pada kebahagiaan sejati bersama-Nya.

Sintang, 21 Juni 2012
SCA-AJ.020187

19 Juni 2012

SENJA KEDUA PULUH DI BIARA MENYURAI

By. Angela Januarti
#KASIH YANG MENYATUKAN#

Sore itu mereka mengirimku kabar ada di biara hingga senin pagi. Hatiku bersukacita karena sudah lama kami tidak bertemu dan berbincang. Aku berpacu dengan waktu agar tidak terlalu malam datang ke sana dan punya banyak waktu berkumpul bersama mereka. Ketika aku datang, mereka tengah bersantai di taman samping biara, sayangnya hanya berdua dan yang lain sudah beristirahat karena kecapaian. Aku mengucapkan salam; hatiku penuh kegembiraan karena kembali bertemu. “Aku benar-benar rindu kalian loh bang,” ujarku.

Kami bersantai seraya menikmati buah jeruk dan salak. Kami mulai berbincang dan aku mulai bercerita tentang kegiatanku. Mereka mendengarkannya sembari sesekali bercanda. Hanya bertiga rasanya ada yang kurang, aku mengirimkan sms kepada salah satu dari mereka lagi yang kukenal. Aku mengajaknya bergabung untuk bersantai. Tidak lama kemudian dia datang dan tersenyum padaku. Kami bersalaman dan dia memegang kepalaku, satu sentuhan kasih yang membuatku rindu sosok abangku.

Mereka bertiga menceritakan pengalaman menjalani masa pastoral di tempat tugas masing-masing. Banyak hal lucu yang terjadi dan membuat kami terus tertawa. Kami juga membicarakan tentang begitu kayanya alam dibagian hulu Kapuas. Bila musim kemarau, ada banyak ikan yang bisa dipanen untuk dikonsumsi maupun dijual. Cerita ini membuatku tidak sabar untuk bisa berkunjung dan melihatnya secara langsung.

Keesokan paginya, aku mengikuti misa minggu bersama mereka dan umat di biara; seorang tamu kami juga ikut serta. Setelah bacaan Injil dibacakan, pastor memberikan homili yang menarik bagiku. Satu kalimat dalam perenungan di Hari Raya Tritunggal Mahakudus adalah tentang kasih yang menyatukan. Kasih dalam tiap pribadi yang mencerminkan sosok Tritunggal Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Setelah misa, aku berharap bisa berfoto bersama mereka dengan menggunakan jubah. Foto ini akan menjadi kenangan indah sebelum mereka tahbisan imamat. Namun niatku belum sepenuhnya terwujud, karena hanya dua orang dari mereka yang masih menggunakan jubah dan berfoto bersamaku.

Kami melanjutkan sarapan bersama; kebetulan ada satu pastur yang sangat kukagumi karena beliau sangat peduli tentang kebudayaan Dayak, lingkungan dan orangutan. Aku tidak menyia-yiakan kesempatan ini dan berbincang banyak hal bersamanya. Sarapan kali ini menyenangkan, tiap perbincangan bersama mereka memberiku banyak pengetahuan baru. Aku semakin asyik saja membahas budaya, lingkungan dan orangutan hingga pastur mengajakku berkunjung ke tempat tinggalnya bernama Kobus.

Aku mendapatkan kesempatan melihat tiga ekor orangutan di tempat khusus seperti klinik hewan. Seekor orangutan dikandang yang berbeda ternyata belum terlalu sehat, ada seorang petugas khusus yang  merawatnya. Di kandang berbeda, dua ekor orangutan terlihat tengah asyik bermain. Aku lucu melihatnya, meski agak takut aku mencoba untuk bermain lewat sela kandang; apalagi seekor orangutan bernama Jojo menyodorkan tangan untuk bersalam, bahkan memberikanku setangkai tumbuhan yang ada di kandangnya.

Aku termasuk beruntung, karena tidak semua orang diperbolehkan untuk masuk ke area ini. Aku mengabadikan tiap hal untuk jadi kenangan. Pastur juga menjelaskan beberapa hal mengenai orangutan kepadaku. Sebelum keluar area, aku kembali bermain bersama Jojo, kali ini ia terlihat semakin menggemaskan. Tangannya tidak henti mencoba menarik pakaianku dan mengajak salaman.

Pastur mengajakku untuk melihat isi rumah Kobus. Saat baru memasuki rumah, aku terpana melihat semua yang ada. Mulai dari pajangan, foto-foto, furnitures hingga buku-buku yang tersusun rapi. Pastur menjelaskan tentang kain tenun ikat, furniture dari kayu di hutan yang sudah tidak terpakai, tombak, anyaman dan masih banyak hal menarik lainnya. Terakhir, aku mendapatkan satu buku tentang tenun yang hanya dicetak tiga puluh buah dan tanda tangan pastur secara langsung. Selain itu ada tiga buah buku lainnya yang diberikan padaku. Bila sejak dulu aku begitu ingin mempelajari tentang tenun lebih dalam, hari ini Tuhan menghadirkan pribadi yang membuat keinginanku terwujud.

Menjelang senja, aku kembali berkunjung ke biara. Kali ini mereka tengah berkumpul bersama di kursi taman; ada pastur dan lima diakon. Satu kesempatan lain yang kembali hadir dan membuatku bahagia. Sebelum menutup senja, mereka bermain gitar dan menyanyi lagu bersama. Aku sendiri sibuk merekam senja yang terjadi dan tidak ingin kehilangan sedikitpun waktu yang terjalan. Karena nanti, setelah mereka ditahbiskan dan bertugas di tempat yang jauh; satu rekaman senja ini akan menjadi kenangan yang manis. “Tuhan sungguh baik ya bang, akhirnya harapanku untuk kembali melewati senja bersama kalian terwujud,” ucapku pada dua diakon.

Senja kali ini, mengajarkanku betapa kasih Tuhan telah menyatukan kami yang datang dari berbagai latar belakang, budaya dan daerah yang berbeda. Karena kasihnya juga, aku mengalami banyak senja dan belajar banyak hal bersama mereka.

Sintang, 03 Juni 2012

3 Juni 2012

SEBUAH IDENTITAS

By. Angela Januarti

Seorang teman mengirimkan berkas untuk keperluan administrasi melalui bis. Aku diminta mengambilnya di pangkalan bis dengan nama amplop yang ditujukan padaku. Karena cukup sibuk aku meminta bantuan staf rumah tangga mengambilnya. Sudah di cek ternyata barangnya tidak ada, aku pikir mungkin aku yang harus langsung ke sana agar lebih jelas.

Pulang kerja aku mampir di pangkalan; menanyakan hal yang sama untuk mengambil kiriman barang. Mbak yang bertugas membongkar satu demi satu berkas, tapi juga tidak ketemu. Aku menghubungi nomor temanku juga tidak diangkat. “Ya sudahlah mbak, besok saja.” Aku pun bergegas pulang, cuaca juga seperti mau hujan.

Keesokan harinya, aku mengkonfirmasi kepada temanku. Kacaunya berkas memang belum dikirim, temannya temanku lupa membawanya. Aku diberitahu untuk mengambil keesokan harinya lagi. Bisa dibilang urusannya jadi agak ribet.
Karena sibuk, aku kembali meminta bantuan staf rumah tangga kami. Tapi ternyata mereka juga punya kesibukan lain. Alhasil tertunda lagi untuk mengambil berkas pagi ini. Menjelang sore, satu staf rumah tangga bilang bisa bantu, tapi ternyata setelah ditanya mana berkasnya; ia lupa mengambilnya.

Kali ini pangkalannya satu jalur dengan mess kami. Aku memilih mengambilnya sendiri saat pulang kerja. Aku memilih memutar jalur karena ada keperluan lain; biar dua urusan selesai sekaligus, pikirku. Aku menanyakan berkas atas namaku, awalnya suami pemilik tempat itu yang membantu mencarikannya. Aku menyebut nama dan kantorku agar lebih jelas, setahuku mereka menggunakan alamat kantor. Cukup lama bapak itu mencari dan membongkar tumpukkan berkas, namun belum juga ketemu; hingga istrinya yang mengambil alih. Kali ini aku hanya menyebut nama panggilanku dan hasilnya sama tidak ada. “Katanya dititip dengan supirnya. Bingung juga sich, kemarin di kantor yang satu juga tidak ada,” ujarku seraya hendak mengambil handphone di tas ranselku. Saat aku melepas tas, tulisan INVICTUS di baju kerja yang kukenakan terlihat. Ibu itu melihat dan berkata: “Kamu kerja di Keling Kumang ya?” Kujawab iya. “Kayaknya tadi ada berkas pakai alamat Keling Kumang, nanti saya cek dulu.” Hanya dalam hitungan detik, sebuah amplop diberikan padaku yang diambil dari laci meja ibu itu. Aku menggerutkan dahi, cepat ya.

Segeralah aku pulang dengan satu perenungan, karena sebuah identitas membuat urusanku menjadi mudah.

Sintang, 22 Mei 2012

20 Mei 2012

KEJUTAN PENUH MAKNA

By. Angela Januarti

Hari ini suasana rumah sangat ramai. Adikku yang kuliah sedang liburan beberapa hari. Meski tinggal hitungan jam dia harus kembali ke Pontianak, kegembiraan terus berlangsung tanpa henti. Kami bercerita dan bercanda;  ada papa, mama, dua adik perempuanku, empat adik sepupu, adik ipar dan juga satu keponakan laki-lakiku.

Ketika siang hari, ada hal aneh dengan mama dan dua adikku. “Jul, sudah dibelikah?” ujar mama pada adik pertamaku. Mama dan adik bungsuku tersenyum misterius. “Napa orang rumah semuanya mencurigakan gitu?” balasku kebingungan. Mereka kembali tertawa dan rasa penasaran semakin menggerogoti hatiku.

Tidak lama, pacar adikku datang menjemputnya untuk kembali ke Pontianak. Kami masih sempat berkumpul di toko dan membincangkan banyak hal seraya melayani orang belanja. Seperti tim yang kompak kami melayani orang belanja dan makan di warung nasi milik orangtuaku.

Saat mereka hendak berangkat, papa mem-packing oleh-oleh untuk keluarga pacar adikku. Kebiasaan yang terus mereka lakukan untuk kebanyakan teman, keluarga dan pacar anaknya yang sempat berkunjung. Satu dus ter-packing dan sempat membuat ia terkaget dapat banyak oleh-oleh. Tidak lupa adikku menanyakan padaku; perlukah membawa oleh-oleh untuk satu sahabat karibku juga? “Sekalian jak,” ucapku. “Papa … cece bilang sekalian bawa untuk calon menantu?” teriak adikku. “What? Oi … jangan aneh-aneh ya.” Kami pun tertawa.

Lucu sekali kalau dipikirkan, keluargaku merasa aneh karena sudah lama aku tidak membawa seseorang yang special ke rumah. Aku sendiri sebenarnya santai saja, akan tiba waktunya setelah hatiku memantapkan pilihan yang terakhir pada ia yang akan menjadi pendamping hidupku nanti. Apalagi usiaku juga masih tergolong muda. Tapi,  lagi-lagi terlihat mereka rindu untuk bercanda seperti ini dengan kehadiran pasanganku.

Malam hari setelah makan malam, aku bersantai seraya menonton berita bersama papaku. Saat tengah asyik menonton televisi, adik pertamaku menyodorkan sesuatu padaku: “Ce, terima ya,” ucapnya dengan kedua tangan memegang sesuatu agak tinggi dari kepalaku. “Apa tuch?” Diturunkannya perlahan barang tersebut; terlihat satu buah kain sarung dan gunting siap ia berikan. “Wai …!” Aku heboh bukan kepalangan. Ternyata adikku memberikan satu kain dan gunting sebagai adat ia menikah lebih dulu dariku. “Simpan ya ce.” Aku tertawa geli memikirkan semua itu. Ya ampun, sebegitu takutnya mama kalau aku tidak menikah. Hahaha ... ada-ada saja.

Terjawablah sudah kecurigaanku, ternyata oh ternyata. Tapi aku belajar satu hal dari kejutan yang membuatku sempat heboh. Mereka sayang padaku, ingin aku punya keluarga kecil bersama orang yang mencintai dan kucintai. Ini bagian doa mereka untuk kebahagiaanku. Aku mensyukuri setiap hal yang mereka lakukan.

Dalam hati aku berbicara sesuatu pada Tuhan dan  tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali diriku. Pengalaman dan kejutan sederhana yang penuh makna.

Rawak, 20 Mei 2012

15 Mei 2012

Buku Antologi Pertamaku ^_^

Puji Tuhan .... Buku antologi pertamaku sudah terbit.

Telah terbit di LeutikaPrio!!!

Judul : When I Broke Up
Penulis : Jacob Julian, Langit Senja, Arinana, Antie Wijaya, Thiya Renjana, dkk
Tebal : iv + 226 hlm
Harga : Rp. 47.000,-
... ISBN : 978-602-225-409-6

Sinopsis:
“Pernah jatuh cinta? Pernah patah hati dong? Pernah pacaran? Pernah ngerasain putus dong?”

Patah hati? Jangan terus putus asa lantas ngambil cutter atau barang tajam lainnya ya. Patah hati bukan segalanya. Masih banyak hal lain yang lebih berarti ketimbang bunuh diri. Walaupun banyak sebagian orang yang mengakhiri hidupnya karena kisah cintanya yang tragis, namun jangan salah, masih banyak juga kok yang menyikapi nasib percintaannya dengan positif. Bahkan, mereka bisa bangkit dari keterpurukan cintanya.

Antologi Write True Story: “When I Broke Up” ini cocok sekali untuk kalian yang pernah/sedang patah hati. Berisi kisah-kisah motivasi untuk kembali semangat menjalani hidup. Jangan jadikan patah hati menghambat aktivitasmu. Life must go on, Guys!



Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0819 0422 1928. Untuk pembelian minimal Rp 90.000,- GRATIS ONGKIR seluruh Indonesia. Met Order, all!!

11 Mei 2012

SENJA KEDELAPAN BELAS DI BIARA MENYURAI

#PERJALANAN MASIH PANJANG#

By. Angela Januarti

Jumat sore di masa pra-paskah. Aku dan satu teman kantorku berkunjung ke biara untuk mengikuti jalan salib. Ia sangat bersemangat ketika kuceritakan pengalaman pertamaku mengikuti jalan salib di hutan belakang biara. Jalan salib diadakan pukul setengah lima sore, tentunya kami harus izin pulang lebih awal agar tidak terlambat. Syukurlah HRD tidak terlalu ‘cerewet’ hingga dengan mudah kami mendapatkan izin.

Kami bergoncengan dan temanku membawa motor dengan kecepatan sedang. Biara mulai ramai saat kami tiba di sana. Bukan hanya anak asrama dan para suster yang biasa kutemui, umat sekitar area juga ikut bergabung dalam jalan salib. Kami duduk sejenak menunggu waktu. Sebuah tempat berbentuk bundar yang terbuat dari semen menjadi tempat kami duduk dan berbincang. Ada banyak anak asrama hari ini, mereka terlihat manis. Perbincangan terdengar asyik, mereka membahas tentang ujian.

“Ujiannya sudah selesai adik?” tanyaku pada seorang gadis di sampingku.

“Tinggal satu hari lagi kak.”

“Kalian semua kelas tiga? Kalau yang SMA kapan ujiannya?”

Nggak semua kak. Ada juga kelas satu dan dua yang baru datang liburan ujian. Kami semua masih SMP kak.” Aku tertegun, ternyata mereka masih sangat muda.

Jalan salib dimulai, aku dan teman bersama para umat yang lain mengikuti tiap perhentian dengan khusyuk. Kami menggeliling kawasan hutan menuju pada perhentian. Berjalan seperti ini memberi kesan tersendiri. Aku membayangkan mengikuti Yesus dalam jalan salib sebenarnya. Betapa Ia berjuang keras hingga mencapai puncak Golgota. Aku saja yang hanya berjalan di jalan datar cukup merasa kelelahan.

Perhentian demi perhentian dilalui, hingga kami berhenti di perhentian 12 : Yesus Wafat di Salib. Hening dan merenung kisah sengsaranya. Beberapa saat terdengar isak tangis perlahan teman di sebelahku. Memang sangat mengharukan menghayati pengurbanan Tuhan. Aku hanya terdiam mendengarnya.

“Pin, kenapa kamu menangis?” Aku bertanya untuk menghilangkan rasa penasaranku setelah kami selesai jalan salib.

“Rasanya benar-benar konsentrasi kak. Awalnya biasa, tapi entah kenapa di perhentian 7 :Yesus Jatuh Kedua Kalinya di Bawah Salib aku merasakan haru yang luar biasa. Hingga diperhentian ke-12, aku tak bisa lagi menahan airmataku. Aku senang jalan salib di sini kak!”

Aku tersenyum mendengarnya. Ia dapat merasakan kedamaian tempat ini dan mengalami senja yang berbeda dalam versinya. Kami melanjutkan misa sore di ruang doa. Umatnya ramai, tempat duduk juga penuh. Aku dan temanku duduk berdampingan. Kami bersiap mengikuti misa bersama.

Ketika misa selesai, kami hendak beranjak pulang. Saat mendekati parkiran, aku melihat pastur berjalan menuju taman dekat parkiran. Kuucapkan salam, sudah lama tidak bertemu dan berbincang.

“Pastur, apa kabar? Angel dengar pastur jatuh dari motor kemarin. Gimana keadaan pastur?”

“Sudah lebih baik Angel.”

Aku memilih untuk tidak pulang dan berbincang sejenak, jarang sekali bisa ngobrol bersama pastur ini. Maklum, aku terlalu sungkan dengan beliau. Beliau yang paling senior di biara ini.

Kami mulai bercerita. Pastur, aku dan temanku duduk di kursi taman. Kali ini kami melewati senja bertiga. Biara sedang sepi, para penghuninya sibuk dengan kegiatan retret. Kupandangi seluruh area biara, hening berpadu desiran merdu angin senja. Aneka jenis tumbuhan memberi kesejukan, bunga di dekat kursi taman terlihat indah dengan warna kuning cerahnya. Dua ekor anjing bermain di dekat kami. Semua hal berpadu menjadi satu.

Perbincangan yang memberikan kesan manis. Paling tidak rasa sungkanku mulai berkurang dan bisa menikmati senja dengan gembira. Aku melihatnya seperti sosok ayah yang mengayomi anak-anaknya dengan kasih sayang yang tulus.  Sesaat aku teringat tiap pribadi yang pernah hadir dalam senja-senjaku. Ada rasa rindu yang luar biasa berkecambuk di dada. Mereka berada jauh di sana. Melanjutkan panggilan yang Tuhan berikan untuk melayani umat.

Tuhan, andai aku boleh mengulang semua senja bersama mereka, doaku dalam keheningan senja.

Saat hari mulai gelap, aku dan temanku memutuskan kembali ke rumah dan berpamitan. Pengalaman dalam senja kali ini membuatku sadar satu hal. Senja yang Tuhan hadirkan untukku masih akan terus berlanjut, pribadi yang Ia perkenankan menuntunku selalu berbeda dalam tiap senja. Aku mengalami tahap-tahap kehidupan dan menjadikanku pribadi yang semakin ingin dekat pada Tuhan.

Seperti senja, perjalanan hidupku juga begitu. Masih banyak hal yang harus kulakukan untuk kemuliaan Tuhan. Aku belajar dari mereka yang hadir dalam senjaku. Menerima dan menjalani panggilan dengan penuh ucapan syukur.  Aku di sini, masih ingin melewati banyak senja dalam-Mu Tuhanku. Karena perjalananku masih panjang, hingga akhir nanti kudapatkan senja sejati dalam kehidupan kekal bersama-Mu.

Sintang, 16 Maret 2012


20 April 2012

MENJADI TERBIASA

By. Angela Januarti

Siang hari setelah selesai meeting bersama tim. Aku berniat untuk ikut mengantarkan tamu ke Pontianak dan mengunjungi adikku yang kuliah. Aku tersadar sudah lebih tiga bulan kami tidak saling bertemu. Ada rasa rindu yang menggejolak di dadaku. Namun niat harus kuurungkan kerena mesti menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditunggu General Managerku.

Kuselesaikan pekerjaan selama satu jam dan beranjak istirahat karena kelelahan berpetualangan dua hari sebelumnya. Tiga jam terlelap. Saat bangun kurasakan suasana sepi menjalar ke seluruh jiwaku. Sabtu ini aku tak bisa pulang kampung ataupun mengunjungi adikku. Hatiku bersedih.

Aku berkemas kembali ke mess dan menelpon adikku untuk mengganti rasa sedih tak bisa bertemu. Mendengar suaranya membuatku bahagia; “Dek, cece rindu kamu.”
“Sinilah ce, ajak cece Juli juga,” ujarnya dari seberang sana.

Aku menanyakan kabarnya dan ia mulai  bercerita. Masih teringat sekali saat ia pertama masuk kuliah. Sifatnya yang manja membuatnya tak mampu jauh dari kami. Ia sering menangis dan mengatakan ingin balik ke kampung. Jauh dari orangtua dan keluarga tercinta membuatnya menderita.

Berjalannya waktu, ia mulai mengalami banyak perubahan. Ia menceritakan keceriaan saat mulai praktek di rumah sakit. Menangani pasien bersama tim kesehatan. Merawat ibu-ibu hamil dan mengurusi bayi-bayi mungil. Ada kebahagian tersendiri yang memacunya lebih mandiri dalam menjalani panggilan dengan baik.

Kini, semester demi semester mulai ia lalui. Meski rindu, aku bahagia melihatnya tumbuh menjadi gadis yang mandiri dan dewasa. Ia bukan lagi anak manja yang terkadang harus menangis karena rindu keluarga.

Terlebih aku gembira saat ia mengatakan, “Teman-teman cece juga sering menasihatiku untuk kuliah dengan serius, biar jadi bidan yang bisa menolong orang melahirkan. Setiap kali aku merasa putus asa, semua nasihat yang datang membuatku kembali kuat.”

Aku dapat melihat bagaimana perjuangannya sejak awal. Ada rasa bangga dan haru. Ia menggenapi panggilannya, terus belajar untuk mendapatkan nilai yang baik agar lulus sesuai dengan target. Ia memberikanku satu pelajaran sederhana. Sekalipun tidak terbiasa dalam menjalani hal baru. Namun bila ada niat yang tulus untuk berjuang, Tuhan akan buka jalan dan beri kekuatan.

Adikku … selamat berjuang. Doaku bersamamu. Tuhan akan senantiasa menjaga dan memberikanmu kekuatan melewati setiap rintangan untuk mencapai keindahan dalam panggilan hidupmu.

Sintang, 14 April 2012
SCA-AJ.020187

11 April 2012

KEKUATAN MELEPAS

By. Angela Januarti

Pagi itu, tak ada sedikitpun keanehan dalam benakku. Aku bangun dan melakukan rutinitasku seperti biasa dihari libur. Aku memilih beristirahat penuh setelah 19 jam beraktivitas dengan padat.  Menjelang siang aku bergegas mandi dan memikirkan beberapa kejadian penting untuk kutulis menjadi artikel. Pikiranku dipenuhi ide yang ingin segera kurangkai menjadi sebuah cerita dan berita menarik.

Aku bersemangat untuk mulai menulis dan mencari tas ransel berisi perlengkapan kerjaku. Tak terlihat tas yang terletak di tempat biasa. Seketika aku shock, menanyakan ke teman-teman yang mungkin memindahkannya. Aku mencari sampai kamar sebelah untuk memastikan keberadaan tasku. Oh Tuhan, tasku hilang! Seorang teman satu rumah segera naik ke kamar atas untuk mengecek laptop dan ternyata miliknya juga menghilang. Rumah dimasuki maling! Kami berempat heboh bukan main.

Pasrah … mungkin itu jalan terbaik. Aku hanya terdiam dan berpikir dengan banyak kata seandainya. Seandainya aku bawa saja tas itu dalam rapat dan kegiatan kemarin, pasti tidak hilang. Seandainya ….

Siang itu, aku menangis tanpa henti memikirkan kejadian yang kualami. Sungguh tak terlintas dalam benakku akan kehilangan laptop hadiah dari papaku. Bukan hanya laptop, namun sebagian besar fileku tak terselamatkan. Terlebih semua barang penting dalam tas itu.

Aku sharing pada beberapa orang terdekatku dan melaporkan kejadian pada manajemen kami.  Ada banyak simpati masuk dan menguatkanku. Terlebih satu kalimat dari seorang Padre yang mengatakan : “Angel, bersabar yah. 'Otak & hati' kita justru hard disc yang sejati, pasti bisa menuliskan ulang semua naskah & calon naskahmu yang hilang itu. Roh Allah mendamaikan hatimu. “ Aku mulai merenung, mungkin semua itu tidak lagi menjadi hakku. Aku harus belajar melepas. Begitupun satu temanku yang juga kehilangan laptopnya.

Kekuatan melepas itu luar biasa. Hari pertama setelah kehilangan, aku mendapatkan laptop baru dengan kualitas yang jauh lebih baik. Kedua, kami pindah ke tempat tinggal baru dengan fasilitas dan keamanan yang memadai. Ketiga, aku mendapatkan kesempatan menemani tamu mengunjungi beberapa kampung untuk survei dan mendapatkan banyak pengalaman menarik.

Tiga hari yang istimewa membuatku mensyukuri setiap hal yang terjadi. Meski berat, aku percaya Tuhan tidak pernah mencobai melebihi kekuatan umat-Nya. Semua sudah diganti dengan hal yang lebih baik. Tugasku selanjutnya menjaga hal terbaik ini dan menjadikannya berarti.

Selalu ada Pelangi sehabis hujan. Ketika aku berani belajar melepas, kekuatan itu membawaku pada keindahan sejati yang ada di depanku saat ini.

Sintang, 5 April 2012
SCA-AJ.020187

22 Maret 2012

KISAH SEEKOR KUCING

By. Angela Januarti

Tiga hari ini, mess kami kedatangan tamu mungil. Seekor kucing dengan bulu-bulu kuning keemasan. Aku yang termasuk tidak menyukai kucing cuek-cuek saja. Ketika ia mencoba mendekatiku, aku malah menghindar. Aku geli.

Dua teman yang terlihat menyukai kucing cukup senang. Satu diantaranya membiarkan kucing tidur disampingnya pada malam hari di kamar. Kok bisa ya? Aku bingung.

Kemarin  hingga tadi malam aku masih saja cuek. Entah kucingnya kelaparan atau tidak aku masih tidak peduli. Kadang ia tidur di kamar sebelah, sendirian tanpa teman. Ibunya juga tidak tahu di mana. Tubuhnya terlihat mungil dan manis. Saat-saat begini aku merasa iba, aku mulai memanggil kucing itu. Jelaslah aku berbicara sendiri, tapi lucu saja hatiku menjadi gembira.

Tengah malam mendadak aku kelaparan. Sudah jauh malam, aku tidak mau lagi makan jam segini. Tapi perutku tidak mau diajak kompromi. Akhirnya aku memilih tidur saja dengan perut kelaparan. Cukup menyiksa, itu yang kurasakan. Aku kembali terbangun pukul setengah lima pagi. Sudah mencapai puncak laparnya. Aku memilih untuk memasak nasi di rice cooker, paling tidak harus sarapan. Badanku lemah sekali, seperti mau demam.

Sudah mandi dan segar, aku bergegas membuat menu sarapan. Telur dadar sangat praktis untuk mengganjal perutku.

Kucing mungil tadi sudah terbangun. Ia mendekatiku, sepertinya juga kelaparan.

“Meau mau makan? Tunggu ya aku lagi masak.” Aku berguman sendiri pada kucing itu.

Kubagi menu sarapanku padanya. Terlihat ia sangat kelaparan dan makan dengan lahap. Hanya sedikit, semoga bisa menggenyangkannya hingga aku pulang kerja dan memasak lagi.

Saat aku sibuk bermake-up sebelum berangkat kerja, kulihat ia kembali terbaring dikasur kamar. Apa ia masih lapar ya? Kucing itu mengusik pikiranku. Aku sudah kenyang tapi belum tahu apa kucingnya merasakan hal yang sama. Ujung-ujungnya aku memberinya makan lagi.

Saat memandang kucing mungil itu, aku terpikir sesuatu. Alangkah banyaknya orang kelaparan di dunia ini. Si kucing termasuk beruntung hari ini. Ya, meski aku tidak suka dengan kucing, aku juga tidak tega melihatnya kelaparan saat aku dengan nyaman menyantap sarapanku.

Kucing, aku juga beruntung belajar dari kamu pagi ini. Sekalipun aku tidak suka, aku belajar mengasihimu dan memberimu makan dari apa yang kumiliki.

Tanpa aku sadari, ketika melihatmu makan dengan lahap, hatiku bersukacita. Aku terus berkata-kata kepadamu, meski kamu tidak menjawabnya.

Itulah  sukacitaku yang terjadi pagi ini …

Sintang, 21 Maret 2012

SCA-AJ.020187

8 Maret 2012

TERUS BELAJAR

By. Angela Januarti

Sejak dimulainya kerjasama dengan salah satu NGO dari Australia. Beberapa dari tim mereka datang berkunjung ke tempat kami. Mereka semua tidak bisa berbahasa Indonesia dan ini “memaksa” kami berbelajar untuk menciptakan komunikasi yang baik. Banyak diantara kami belum mahir dalam berbahasa inggris dan termasuklah aku di dalamnya. Keadaan ini memberikan motivasi tersendiri dan membuat kami belajar menciptakan atmosfer inggris dalam percakapan sehari-hari.

Proses itu berjalan alami, tiap kami terpacu untuk semakin giat belajar. Memang ada beberapa teman yang siap menjadi penterjemah. Namun rasanya ada yang kurang bila tidak langsung berbincang dengan mereka menggunakan bahasa sendiri. Pemahamannya pasti berbeda.

Aku pribadi mendapatkan banyak kesempatn untuk memperdalam bahasa itu. Aku senang mencari sela untuk bisa berbincang dalam tiap pertemuan. Awalnya sedikit canggung dan lama-kelamaan menjadi terbiasa. Seorang perempuan dari tim mereka tinggal cukup lama untuk penelitiannya, dan beberapa belakangan ini aku mendapatkan kesempatan mendampinginya dalam kegiatan. Karena sama-sama perempuan, pendekatannya lebih mudah.

Pernah ia berkata padaku: “Aku senang melihat semangatmu belajar, meski terkadang aku tidak paham apa yang kamu katakan.” Aku hanya tersenyum dan termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.

Keinginan untuk belajar selalu mendapatkan kesempatan-kesempatan lain. Di satu siang, ia mengirimkan sms untuk meminta bantuan menghubungi beberapa orang dan menanyakan beberapa hal. Aku sempat canggung karena penyampaianku tidak boleh salah dan menyimpang. Perlahan ia menjelaskan hal-hal yang harus ditanyakan. Sesekali ketika aku tidak paham, ia menuliskannya di kertas dan aku menggunakan kamus untuk memahaminya.

Di kesempatan yang lain, aku diminta untuk menemani ia berkunjung ke kampung halamanku. Aku, ia dan dua leaders ada pertemuan dengan seorang Pastor. Dalam hati aku berpikir: Kenapa aku diajak ya? Padahal dua leaders ini bisa berbahasa inggris dengan baik. Apa karena akan berkunjung ke kampung halamanku?

Pertanyaan itu membuatku bertanya pada dua leaders dalam perjalanan menuju ke kampung halamanku. Satu jawaban yang membuatku terenyuh: Kamu memiliki potensi dalam dirimu. Dan saya terus mencari potensi dari tiap-tiap aktivis. Sebentar lagi saya akan pensiun dan kalianlah yang akan meneruskan semuanya. Saya ingin kalian belajar.

Para leader benar, kami harus banyak belajar. Sejak kejadian itu, aku bersyukur akan tiap kesempatan yang aku dapatkan. Aku senang belajar dari ketidaktahuan. Ketidaktahuan itu memacuku menjadikannya sebuah pemahaman yang baik akan tiap hal.

Aku merenung sejenak, dan melihat semua yang telah terjadi. Kesempatan itu selalu ada, asalkan aku mau belajar dengan rendah hati. Aku sadar saat aku berhenti belajar. Aku hanya akan berada di tempat yang sama setiap harinya. Tempat yang mungkin nyaman karena sikap tinggi hati, saat aku merasa sudah bisa. Padahal aku bisa berlari kemanapun dan menemukan banyak hal baru bila bisa meninggalkan zona nyaman itu.

Aku akan terus belajar. Dengan belajarlah aku akan menjadi pintar.

Sintang, 8 Maret 2012
SCA-AJ.020187

#DEBU YANG BERHARGA#

By. Angela Januarti

Hanya debulah aku di alas kaki-Mu Tuhan
Hauskan titik embun sabda penuh ampun

Aku  hanya debu  di dunia yang luas dan tidak terlihat. Saat angin datang, debu itu terbang. Ia tidak punya kekuatan untuk melawan dan hanya mengikuti kemana angin membawanya. Pasrah dan berserah, menunggu putaran angin berhenti dan menghilangkannya dari pandangan mata.

Aku hanya debu, asal penciptaanku dari debu dan akan kembali menjadi debu. Asalku bukan suatu yang berharga, tiap orang akan menutup wajahnya saat hantaman debu terbawa angin datang. Takut terhirup membuat batuk, takut memasuki mata dan pedih, takut menempel di wajah dan membuat kotor.  Terlalu banyak ketakutan dalam debu.

Tangan Tuhan melihat debu suatu yang berharga. Ia mengenggam dan memberi napas kehidupan di dalamnya. Dibentuknya manusia menurut gambaranNya; terlihat sangat sempurna. Debu hidup dan memiliki perasaan serta kekuatan untuk tidak lagi terbawa oleh angin dan pasrah. Ia berani melawan arus kegetiran kehidupan dan berjalan dalam  naungan Tuhan. Titik embun memberinya kesejukan akan kemurahan hati Tuhan. Debu tersenyum sebab ia tidak lagi menjadi noda yang akan merusak kemurnian warna putih di setiap sentuhannya. Kemurnian yang melambangkan betapa suci dan berharganya hidup ini.

Aku hanya debu di alas kaki Tuhan, namun aku ingin menjadi debu yang berharga. Tidak hanya membuat orang mengibaknya agar terlepas dari pakaian dan alas kaki.

Aku hanya debu dengan segala keterbatasanku. Semua mengantarku pada diri-Mu. Semakin lemah dan takut angin membawaku kemana ia mau. Semakin aku berpegang teguh dalam genggaman tangan-Mu.

Debu berharga bila ia mampu memaknai hidunya. Kenapa ia ada? Apa yang bisa ia lakukan untuk dunianya? ***

Sintang, 28 Feb 2012
SCA-AJ.020187

17 Februari 2012

SENJA KEDELAPAN DI BIARA MENYURAI

BY. ANGELA JANUARTI

#MENJADI TERANG KRISTUS#

Hujan deras mengguyur kota Sintang sejak siang hari. Cuaca terasa sangat dingin dan langit menjadi gelap. Hari ini aku merasa sangat rindu untuk kembali melewati senja. Senja terakhir di tahun 2011 bersama mereka menjelang liburan tahun baru.
Pastor kali ini tidak berada di tempat hingga aku harus menghubungi bruder dan menanyakan jadwal misa.

“Bruder, mau nanya sore ini ada misa ga di biara?” tanyaku lewat sms.

“Ada. Datang saja Angela.” Balasnya.

Hujan seperti tidak ingin berhenti menetes. Namun tekadku sudah bulat. Kerinduan untuk ke sana membuatku tidak memperdulikan semua itu. Satu hal yang kulakukan. Berdoa biar Tuhan meredakan hujan. Dan Tuhan mendengar doaku. Tepat jam 4 sore hujan berhenti hingga aku bisa bergegas pulang dan mempersiapkan diri.***

Aku melaju menuju biara. Saat memasuki parkiran terlihat banyak kendaraan yang di parkirkan. “Wah, ramai sekali. Ada acara apa ya?” tanyaku dalam hati.

Aku berjalan perlahan, melihat ke dalam biara. Ternyata kendaraan itu milik para suster yang juga mengikuti misa sore. Ramai sekali. Saat aku masuk ruang doa. Pandangan mereka tertuju padaku. Akupun tersenyum dan duduk bersama dua orang suster. Perasaanku bercampur aduk. Aku juga gembira. Suasana kali ini sangat berbeda. Ruangan doa di penuhi para suster dan hanya aku sendiri kaum awam. Hatiku terus bergetar. Kehidupan biara membuatku terpesona.
Sambil menunggu misa di mulai aku memilih berbincang bersama Tuhan dalam doa. Banyak hal yang membuatku bersuka cita.***

Seorang suster maju untuk membaca bacaan kitab suci. Bacaan hari ini mengugah hatiku.
Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya.

Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar. Namun perintah baru juga yang kutuliskan kepada kamu, telah ternyata benar di dalam Dia dan di dalam kamu; sebab kegelapan sedang lenyap dan terang yang benar telah bercahaya. Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang.

Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya.

Sesaat aku teringat tema natal tahun ini yang mengatakan “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat Terang yang besar.” Kristus hadir dalam suka cita natal memberikan Terang bagi setiap umatNya.***

Ketika aku mencoba merenungkan kedua hal ini. Hatiku tersentuh. Aku ingin belajar menjadi Terang kristus dalam tiap langkah perjalanan hidupku. Namun terkadang hal-hal sederhana mampu meredupkan cahaya terang yang kumiliki. Dalam hubungan keluarga, persahabatan dan rekan kerja terkadang kasih hilang tanpa disadari.

Tidak mudah menjadi terang terlebih menjaganya. Namun ada satu ayat yang sangat aku sukai dan ku jadikan pedomanku dalam berhubungan dengan orang lain. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.”

Dengan setiap kekurangan dan kelebihan yang Tuhan izinkan aku miliki. Aku ingin berbagi kasih dan menjadi Terang Kristus. Ketika hari ini aku melewati senja yang manis bersama mereka. Aku dapat merasakan betapa besar Kasih Tuhan terhadap kami semua.

Senja yang singkat, namun penuh kesan manis. Senja kali ini membuat aku belajar tentang Kasih dan Terang Kristus. Aku merasa Tuhan mengajakku untuk berkomitmen pada pilihanku. Mengikuti Kristus dan menyerahkan hidupku secara penuh kepadaNya tidak hanya dalam ucapan. Namun kehidupan yang kumiliki harus mencerminkan kehidupan Kasih dan Terang.

Sebentar lagi menyonsong tahun 2012. Senja ini memberi perenungan yang indah untuk bekalku melangkah. Aku ingin belajar menjadi Terang bersama Kristus dalam perjalanan hidup yang baru bersamaNya.***

Sintang, 29 Desember 2011
SCA-AJ.020187

25 Januari 2012

OASE HIDUP MALAIKAT KECIL

By. Angela Januarti

#MEMBERI DENGAN CUMA-CUMA#

“Kamu telah memperoleh dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Mat 10:8a)

Glenn seorang anak remaja yang hidup dalam keluarga sederhana. Ia memiliki hobi menggambar.  Ayah dan ibunya seorang petani biasa. Meski dari keluarga sederhana, Glenn tidak pernah malu akan keadaannya. Ia tetap bersyukur dan melewati hari-harinya dengan ceria. Setiap hari minggu ia berkunjung ke sebuah panti yang menampung anak-anak yatim. Ia tidak membawa hadiah, namun hanya bermain dan sesekali membawakan kue yang dibuat oleh ibunya sendiri.

Satu sore saat pulang dari panti, Glenn melihat seorang perempuan yang mendorong motor karena bocor. Dengan sigap Glenn segera meminta izin untuk membantu sampai menemukan bengkel terdekat. Sepanjang jalan mereka bercerita dan perbincangan menjadi terasa menyenangkan.  Glenn menceritakan hobinya dan membuat perempuan tersebut menjadi tertarik akan bakat yang dimiliki Glenn. Iapun menanyakan alamat rumah Glenn untuk bisa memberitahu info sebuah lomba yang pernah ia dengar dari sahabatnya.

Satu minggu berlalu dan Glenn masih seperti biasa melewati hari-harinya. Saat ia pulang dari panti dan sampai di rumah. Ia dikejutkan dengan hadiah alat menggambar dan melukis. Ibunya bercerita seorang perempuan datang dan memberikan hadiah sebagai ucapan terima kasih atas bantuan Glenn. Beserta hadiah tersebut, terdapat info lomba melukis untuk remaja dan memo kecil yang bertuliskan Kamu harus ikut lomba ini!
Glenn sangat gembira mendapatkan hadiah itu dan mulai melukis untuk mengikuti lomba. Setelah selesai iapun mengirimkan hasil lukisannya pada panitia lomba.***

Penantian yang menegangkan. Glenn tidak lupa berdoa untuk menyempurakan usaha yang telah ia lakukan. Ia teringat satu ayat yang sangat ia sukai “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Mat 7:7). Ayat itu menguatkannya, bahwa Tuhan akan memberikan sesuatu yang ia minta dengan tulus.

Kayakinan dan ketulusannya membuat Glenn menang juara satu. Lukisan anak-anak yatim menyentuh hati para dewan juri. Ia pun mendapatkan hadiah sejumlah uang. Dengan uang yang ia miliki. Glenn membeli peralatan menggambar dan melukis untuk diberikan pada anak yatim. Hari minggu ini menjadi minggu yang sangat ceria. Anak-anak bersukacita saat Glenn mengajari mereka menggambar dan melukis dengan penuh kesabaran. Seorang anak berhasil membuat lukisan sawah hijau dengan sebuah pelangi di langit biru indah.

Glenn bahagia melihat sukacita pada anak yatim dan di dalam hati ia mengucap syukur atas kemurahan Tuhan yang mengizinkan ia menang lomba dan membelikan hadiah kecil untuk membuat mereka bahagia.***

Seperti seorang Glenn tiap kita pun diberikan talenta yang memberikan sukacita dalam hati kita. Setiap kita diajak menjadikan talenta yang ada sebagai berkat bagi orang lain. Dengan berbagai cara Tuhan mengajak kita berbagi untuk sesama. Rasakan dan resapi setiap panggilan Tuhan untuk berbagi apa yang telah Ia berikan dengan cuma-cuma. ***

Sintang, 9 Januari 2012
SCA-AJ.020187



Selendang & syal Khas (Tenun Ikat Kalbar) KP 25 Januari 2012 Kumangnya, Keling Kumang ^-^


16 Januari 2012

SENJA KEENAM DI BIARA MENYURAI

By. Angela Januarti

#MENJADI  PRIBADI  YANG  BARU#

Minggu Adven ketiga. Aku bersama dua sahabatku mengikuti misa di Katedral Sintang. Ada yang berbeda karna kali ini misa di pimpin langsung oleh Uskup Sintang. Suasana hening tetap terjaga. Ketika homili berlangsung aku mendengarkannya dengan seksama. Seperti kebiasaanku sebelumnya. Aku akan mencatat homili yang sangat ku sukai. Kali ini Bapa Uskup memberi homili yang berkaitan dengan Yohanes Pembaptis. Tiga hal yang ku catat bahwa Yohanes Pembaptis adalah pribadi yang memberikan tempat utama bagi Tuhan dalam hidupnya. Bersedia mundur dalam perannya ketika Yesus hadir. Menuntun orang-orang kepada Tuhan.

Kemudian Bapa Uskup memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari dengan satu kalimat renungan yang indah. “Sudah seimbangkah hidup kita?.” Tak bisa dipungkiri begitu banyak pribadi yang hanya mencari hal-hal duniawi tanpa diseimbangkan hal surgawi. Bapa Uskup mengajak dalam masa adven ini setiap pribadi mau mawas diri untuk menyambut kedatangan Sang Juru Selamat.***

Satu kalimat yang kudapatkan terus terniang di benakku. “Sudah seimbangkah hidupku?.” Pertanyaan yang kulontarkan pada diriku. Aku merenung. Aku ingin mengimbangi hal duniawi dan surgawi di hidupku.

Sesaat aku teringat perbincangan di Biara Menyurai tentang Pengakuan Dosa. Sudah lama aku tidak pengakuan dengan kesibukan duniawi yang kulakukan. Mungkin aku juga takut. Iya. Itu terjadi setelah dua tahun aku tidak berbicang khusus dengan Tuhan melalui perantaraan Bapa Pengakuanku.

Selasa sore. Aku membuat janji untuk pengakuan dosa bersama Pastor di Menyurai. Kali ini akupun mengajak satu sahabatku. Seorang kakak yang kusayang. Kami memulainya dengan ikut misa sore. Saat-saat yang baik untuk bisa mempersiapkan hati.

“Pastor, aku lupa loh cara pengakuan dosa” ucapku polos sesaat sebelum pengakuan di mulai.

“Nanti saya bantu, Angel. Kalian persiapkan hati dulu dan saya menunggu di ruang pengakuan.”

Aku mendapat giliran pertama. Setiap nasehat yang kudapatkan membuat hatiku sangat tenang. Kali ini aku kembali melewati satu tahap dalam perjalanan imanku. Hatiku gembira saat semuanya telah selesai. ***


MENGAPA HARUS MENGAKU DOSA SAAT INI?

Jika kita jujur, kita harus akui bahwa pertemuan dengan Yesus dan pengampunan sama pentingnya saat ini dan saat Yesus masih hidup di dunia. Kita menyadari bahwa kita orang berdosa, kita tidak mungkin lolos dari kelalaian, kesalahan, komitmen kita, kecemburuan, keinginan kita untuk menjadi nomor satu walaupun dengan mengorbankan orang lain, dan dosa-dosa lain.

Umat Katolik diharapkan menerima Sakramen Tobat minimal 1 kali setahun saat masa pra-paskah. Efek dari rekonsiliasi ini adalah bersatunya kembali orang berdosa itu dengan Allah.

Agar Sakramen Tobat sempurna, orang yang berdosa tersebut harus benar-benar tulus mengakui dosanya sendiri; jujur dan mengakui semua dosanya; menerima penetensi, dan berkeinginan untuk tidak berbuat dosa lagi. Orang tersebut harus benar-benar menyesal, dan mengerti bahwa mereka telah meninggalkan Tuhan dan Gereja sebagai Tubuh Kristus. Pengakuan tersebut harus jujur, spesifik.

Keinginan untuk tidak berbuat dosa lagi tidak bermaksud, bersumpah tidak melakukan dosa lagi, tetapi berkeinginan untuk tidak berbuat dosa lagi dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari dosa tersebut.***

Bila aku merenungkan perjalanan hidupku. Aku merasa bahwa Tuhan telah menjadikanku pribadi yang baru. Aku masih sangat ingat kado yang ku minta pada Tuhan sebagai hadiah Natal tahun ini. Dalam doa kuucapkan permohonanku. Semakin gema Natal terdengar lebih dekat. Hadiah dari Tuhan kudapatkan satu demi satu.

Tiap kesempatan yang Tuhan hadirkan. Tiap pertemuan yang terjadi menyadarkanku bahwa Tuhan menyiapkan semuanya dengan indah. Semua di masa lalu hanya akan menjadi masa lalu, namun ada banyak pelajaran yang dapat kupetik dari tiap kejadian. Masa sekarang telah kumulai bersama Tuhan.

Saat kuletakan semua pergumulanku di bawah kakiNya. Ketika Ia mengampuni dosaku. Tangan Tuhan menjamahku dan membentukku menjadi bejana yang indah. Saat ku rasakan tiap keindahan bersama Tuhan. Aku telah melepaskan diriku yang dulu. Terlahir menjadi pribadi baru seperti Ia yang akan datang dan lahir dalam peringatan Natal nanti.***

Senja kali ini, aku kembali merasakan Tangan Kasih Tuhan yang menggandengku  untuk mengikuti jalan yang Ia sediakan. Ketika aku berjalan bersamaNya. Ketika aku mencoba mengimbangi hal duniawi dan surgawi. Suka cita terus datang dan membuatku bahagia.

Aku berharap akan semakin banyak cerita yang bisa aku dapatkan sebagai bekalku dalam perjalanan hidup dan iman. Hingga aku benar-benar siap menjadi pribadi yang dapat diutus untuk mewartakan kabar gembira bersamaNya.***

"………………Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan di bukakan bagimu. LUKAS 11 : 9.

Sintang, 13 Desember 2011
SCA-AJ.020187


Referensi : KEKUATAN PENYEMBUHAN DALAM SAKRAMEN TOBAT
oleh: Fr. Albert A. Caprio, O.P




Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125