31 Agustus 2013

SENJA DI BIARA MENYURAI


#KEJUTAN DARINYA#
Oleh. Angela Januarti

Lama tidak berkunjung ke biara, membuatku sangat merindukan senja di sana. Hari ini aku bersiap untuk melewati senja dan misa bersama mereka. Usai jam kerja, aku memacu kendaraanku menuju biara. Dalam perjalanan ke sana, aku berpikir ‘andai ada pribadi-pribadi baru yang bisa kukenal dalam kisah senja, pasti banyak hal menarik yang bisa kupelajari.’ Aku tersenyum sendiri memikirkan keseruan yang akan terjadi.
Sesampai di parkiran, aku melihat bruder tengah berbincang dengan seseorang. Mereka terlihat larut dalam perbincangan, seraya duduk di atas rumput taman belakang biara. Aku berjalan menuju pada mereka. Ternyata seseorang yang kulihat itu adalah pastor yang baru ditahbiskan. Ia akan bertugas di salah satu paroki di Kabupaten Kapuas Hulu.
Tidak berselang lama, dua orang datang bergabung – mereka adalah para frater yang juga akan menuju tempat tugas masing-masing. Hari ini termasuk special, pastor tersebut akan membawakan misa sore. Ini misa perdananya di biara Menyurai.
Bacaan dalam misa hari ini bercerita mengenai perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Mereka yang datang lebih dahulu dan terakhir dibayar sama-sama satu dinar. Maka pekerja yang datang terlebih dahulu bersungut-sunggut kepada tuan itu. “Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?” (Mat 20:13). Aku mengambil satu kalimat inti dari homili yang pastor berikan dari bacaan tersebut. “Janganlah kita banyak menuntut kepada Tuhan.“
Usai misa, aku diajak untuk mengikuti ibadah sore. Ini menjadi pengalaman pertamaku. Seorang bruder membantuku dengan memberitahu halaman demi halaman buku yang digunakan. Meski diawal sempat kebingungan, aku sungguh menikmati kesempatan ini.
Selanjutnya kami kembali berbincang di ruang makan. Kebetulan juga ada seorang koko yang berkunjung ke biara. Koko bercerita tentang pengalaman pergi turne bersama para pastor dari jalur sungai. “Bila arus sungai bagus, perlu waktu sekitar enam jam menggunakan speedboat. Kalau arus tidak stabil, bisa satu hari,” tuturnya. Itu adalah petualangan yang menyenangkan. Aku ‘iri’. Masing-masing dari mereka bercerita dengan sangat gembira. Kali ini, aku menjadi pendengar yang baik.
Kami menutup hari dengan completorium. Keheningan biara membuatku khusyuk mengikuti ibadah penutup. Senja kali ini sungguh menyenangkan. Apa yang kupikirkan telah Tuhan wujudkan menjadi nyata seketika itu juga. Kalimat dalam homili pastor tepat sekali – jangan banyak menuntut. Hari ini, tanpa menuntut pun, Ia sudah memberikan yang terbaik bagiku.
Perkenalan bersama mereka, tiap cerita dan pengalaman dalam kisah senja, membuatku semakin bersyukur akan kebaikan Tuhan dalam hidupku. Inilah kejutan sederhana dari-Nya dan aku tak akan melupakan semua ini.
*

29 Agustus 2013

Oase Hidup Malaikat Kecil

#Bunda Maria dari Menyurai#
Oleh. Angela Januarti

Sore ini aku mendapatkan kesempatan berbincang dengan seorang pastor yang berada di Italia. Pastor bercerita bahwa masyarakat di sana tengah menikmati libur nasional untuk memperingati Hari Raya Maria diangkat ke surga. Pastor bertanya dengan nada bercanda “Nggak libur ya?” Aku pun dengan pasti menjawab “Tidak.” Di Indonesia perayaan tersebut biasanya dipindahkan ke hari Minggu, agar lebih banyak umat bisa merayakannya bersama-sama.
Selanjutnya perbincangan kami berlanjut pada foto yang terdapat di koleksi sampul facebook-ku. Foto patung Bunda Maria berwarna keemasan yang kupotret saat melewati senja di biara Menyurai. Patung tersebut menggendong Yesus seraya membawa air.
Lantas, pastor berkomentar  “Waktu saya di Menyurai, kami menyebut patung ini, ‘Bunda Maria dari Menyurai’.” Sontak aku menjadi penasaran. Sudah sangat sering aku berkunjung ke Menyurai, namun belum pernah mendengar kalimat ini. Pastor memberi penjelasan bahwa nama itu menunjukkan kekhasan bentuk patung dan kisah hidup yang mau ditampilkannya.
“Menurut cerita yang pernah saya dengar dari seorang pastor – patung itu menggambarkan perjuangan hidup wanita Dayak. Dulu, kata beliau, wanita Dayak, sambil menggendong anak, memikul air dari sungai, seperti yang digambarkan oleh patung itu. Wanita Dayak sederhana dan pekerja yang tangguh untuk keluarga. Bunda Maria juga merupakan wanita sederhana yang hidup di desa dan pasti juga pekerja tangguh untuk keluarganya.”
Penjelasan yang diberikan pastor membuatku terkagum-kagum. Aku bangga menjadi seorang wanita. Terlebih aku senang memiliki teladan seorang Bunda Maria dalam iman yang kupercaya. Sesaat aku membayangkan Bunda Maria di zamannya. Sosok wanita sederhana nan tangguh. Ia sangat menginspirasiku untuk menjalani tiap hari dalam hidupku.
Hari ini kisah tentang patung Bunda Maria dari Menyurai memberikan perenungan yang indah. Semoga semakin banyak wanita yang juga terinspirasi karena teladan Bunda Maria. Ia telah diangkat ke surga, namun kisah hidup dan teladannya tetap bergaung di seluruh dunia.
bunda-maria-biara-menyurai wahyu

Kantor Pusat 15 Agustus 2013
*
#Tulisan ini kupersembahkan untuk mamaku yang berulang tahun ke-49 tanggal 16 Agustus 2013. Beliau adalah wanita sederhana dan  pekerja yang tangguh untuk keluarga. We love you, mom…


Surat Ketujuh dari Desa

Oleh. Angela Januarti

Dear. David…
Terima kasih untuk kunjunganmu. Bisa bertemu denganmu rasanya membahagiakan sekali.
Beberapa minggu setelah berpetualangan denganmu, aku kembali melakukan petualangan yang lain. Anggaplah hari-hariku sibuk dengan petualangan seperti yang kamu utarakan. Hahaha … ini menjadi hobi yang menyenangkan. Aku bisa berkunjung ke tempat-tempat baru dan mendapatkan pengalaman baru pula.
Petualangan kali ini aku lakukan bersama sepupu-sepupuku. Seorang diantaranya melangsungkan pertunangan. Dia sempat mengirimkan sms agar aku bisa hadir. Kamu tahu David bagaimana caranya membujukku?
“Ce, aku akan tunangan. Cece datang ya, siapa tahu mau menular biar Cece cepat dapat pasangan dan menikah,” tuturnya lewat sms. Bujukan ini mempan, aku mengambil cuti dua hari untuk ikut acaranya. Jangan berpikir ini alasan utama aku hadir ya, David. Aku membayangkan kamu pasti tersenyum membaca surat ini.
Aku berpikir momen ini tepat untuk bisa berkumpul bersama mereka. Maklumlah, kami sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada pula yang sudah berkeluarga. Ia tentu lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta.
Jarak yang kutempuh kurang lebih 200 km dari kampung halamanku. Aku menggunakan motor dan mengendarainya sendiri. Tiga jam pertama, jalan rusak dan penuh debu. Dua jam berikutnya jalan lebih bagus karena memasuki jalur utama menuju perbatasan Malaysia.
Rombongan kami ada sekitar 18 orang; hanya tiga orangtua, lainnya kaum muda. Ketika para sepupu berkumpul, hanya aku sendiri yang perempuan. “Ini para jomblo semua,” canda paman saat kami tengah menikmati waktu bersama.
surat-ketujuh (1)
Sebelum acara pertunangan dimulai, kami mandi sore di sungai Sekayam. Sungai ini dangkal dan tidak terlalu luas – air sungai terlihat jernih. Ada bebatuan dan pasir halus yang membuatnya serasa di tepi pantai. Kalau dipikir-pikir airnya pasti dingin, tapi ternyata hangat. Kami bisa mandi sepuasnya seraya sesekali berenang kecil. David pasti suka suasana ini.
surat-ketujuh (2)
Usai mandi kami berkumpul di depan rumah – berbincang sambil menunggu tamu-tamu yang akan hadir. Acara pertunangan dimulai sekitar pukul 21.00 wiba. Meski sedikit terlambat dari jadwal, acara berlangsung lancar dalam kesederhanaannya. Ini pengalaman pertamaku. Meski adatnya berbeda-beda, paling tidak aku mendapatkan gambarannya. Ternyata tidak hanya pernikahan saja yang membuat gelisah dan gugup, tahap pertunangan pun demikian. Tunangan adikku bercerita dia tidak bisa tidur nyenyak memikirkan acara pertunangannya. Syukurlah semua berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka berdua saat memasangkan cincin dan pamer cincin tunangan.
Aku memikirkanmu, David ….
surat-ketujuh (3)
Malam kian larut, kami masuk acara bebas. Semua tamu yang hadir bersukacita dengan menyatap makanan dan minuman yang disediakan, seraya diiringi lantunan jenis musik yang beragam.
Menjelang tengah malam, adik sepupuku mengajak kami semua untuk berjoget di depan rumah. Kami bersukacita hingga dini hari.
Keesokan harinya, rombongan terbagi menjadi dua. Rombongan bibiku masih menginap satu malam dan hendak jalan-jalan ke Entikong. Sebuah kecamatan sebelum memasuki perbatasan antara Indonesia – Malaysia. Rombongan kami bersiap untuk pulang ke tempat masing-masing. Meski hanya dua hari satu malam, tiap kebersamaan memberikan pengalaman berharga. Seluruh kebahagiaan ini  tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.
surat-ketujuh (4)
Kita sama-sama mendoakan mereka ya, David. Semoga pertunangan ini segera berlanjut ke pernikahan. Doa yang terakhir adalah agar perkataan dalam bujukan adik sepupuku terwujud dalam nyata ^_^
Aku melampirkan beberapa foto untukmu. Semoga kamu menyukainya.

Salam sayang dan rinduku,
Mawar

Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125