10 Desember 2013

OASE HIDUP MALAIKAT KECIL



#Perjumpaan dengan Kakak#

Oleh. Angela Januarti

Di penghujung tahun 2011, aku berkenalan dengan seorang kakak. Ia datang dalam rangka assessment untuk sebuah lembaga yang akan berkerjasama dengan kami. Dalam beberapa kesempatan aku menemaninya dan kebanyakan di luar jam kerja. Kami pergi jalan-jalan, memasak, ke gereja, nongkrong di cafe dll. Kebersamaan ini menumbuhkan rasa persaudaraan antara kami.
Dua tahun sudah berlalu. Di bulan November 2013 ia memberi kabar akan melakukan assessment untuk lembaga lain di Kabupaten Kapuas Hulu. Tentu saja aku merasa sangat bahagia mendengar kabar tersebut. Masing-masing kami mengharapkan kesempatan untuk saling bertatap muka dan melewati waktu bersama.
4 Desember 2013 semua itu terwujud. Kakak memberitahu akan tiba di Bandara Susilo Sintang sore hari. Awalnya aku berpikir mereka akan menginap di Sintang dan berangkat ke tujuan esok harinya. Namun kakak memberitahu, mereka akan langsung di jemput di bandara dan menuju lokasi. Pupus sudah harapanku. Aku sedih.
Saat tiba kakak kembali memberi kabar. Aku bertanya apa sudah dijemput, bila belum aku ingin ke sana. Kebetulan jarak kantor dan bandara tidak terlalu jauh dan jam kerja sudah usai. Kakak bilang masih ambil bagasi. Segeralah aku memacu kendaraanku dengan laju. Usaha ingin bertemu kakak membuahkan hasil. Tiba di parkiran aku melihatnya hendak memasukkan koper ke mobil. Aku menghampiri dan kami saling berpelukan. Ia sempat memperkenalkanku kepada dua rekannya. Kami memang tidak punya banyak waktu untuk berbincang. Bahkan tidak lebih dari 10 menit mereka harus berangkat. Kakak bilang “Senang lihat Angel sehat.”
           Dalam kesibukan tugasnya, kakak tidak memberi kabar. Anehnya aku selalu kelupaan mengirimkan sms untuk menanyakan kabarnya. Sebelumnya kakak memberitahu kemungkinan usai kegiatan mereka langsung balik dan kami tidak punya waktu untuk bertemu lagi. Anggaplah rencana Tuhan itu bisa saja berbeda. Jadwal berubah dan mereka kembali ke Sintang sabtu malam. Kakak mengirimkan sms dan menelepon pukul 23.00 WIB. Sekali pun malam minggu, tengah malam begitu aku sudah tidur dengan lelap. Aku membaca smsnya saat terbangun subuh. Saat itu aku sedang berada di kampung halamanku. Pagi hari sebelum jam enam kakak kembali menelepon, ia menanyakan jadwal ibadat dan misa. Untunglah hotel tempat mereka menginap lokasinya cukup dekat dengan gereja. Jadi bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Kakak juga memberitahu jadwal keberangkatan di sore hari. Aku berinisiatif untuk balik ke Sintang lebih awal agar bisa bertemu dengannya. Dua jam perjalanan, aku tiba di Sintang pukul setengah tiga sore. Usai cuci muka dan ganti pakaian aku menyusul ke hotel. Ternyata ... mereka sudah mau check in ke bandara. Akhirnya kami berboncengan menggunakan motorku menuju bandara. Rekannya yang lain menggunakan mobil. Beginilah serunya bersama kakakku yang satu ini.
Usai check in kami bersantai bersama di warung kopi depan. Kami punya waktu sekitar satu jam sampai pesawatnya tiba. Kami berbincang dan bercanda. Meski beberapa rekannya baru kukenal, tapi aku bisa dengan mudah menyesuaikan diri. Pengalaman ini sungguh mengesankan. Perjuangan untuk bisa bertemu membuahkan hasil yang menggembirakan.
Terima kasih kakak untuk waktumu.
Sintang, 8 Desember 2013
-AJ.020187-

8 November 2013

Senja di Biara Menyurai

Apa Persiapanmu?

By. Angela Januarti

Rintik hujan jatuh perlahan, ia menemani perjalananku menuju biara Menyurai. Hari ini aku merasa gembira bisa kembali melewati senja. Aku tiba pukul 16.45 WIB dan mendapati seorang pastor tengah duduk santai seraya membaca koran di ruang makan. Kami berbincang sejenak sebelum aku pamit untuk pergi ke hutan belakang biara. Aku ingin berdoa pada Bunda Maria. Meski cuaca mendung, senja yang terlewatkan di biara ini selalu menyenangkan. Dan hal terpenting adalah aku selalu gembira setiap kali datang berkunjung dan pulang dari biara.
bunda-maria
Misa dalam senja ini terasa seperti misa hari minggu. Sangat ramai. Ruang doa penuh. Banyak orang harus duduk di kursi bagian luar. Aku sendiri cukup beruntung mendapatkan kursi pojok dekat pintu masuk ruang doa.
Di awal misa, aku mendengar satu kalimat menarik yang pastor utarakan dalam kata pengantarnya “Apa persiapan kita untuk kedatangan Allah?” Hal ini berkaitan dengan bacaan Injil yang akan dibacakan “Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang … (Luk 12:36-37)”
Usai misa –  aku, pastor dan bruder melaksanakan ibadat sore. Meski sudah beberapa kali ikut, aku belum bisa menghafal setiap halaman yang digunakan. Beruntung bruder tidak bosan-bosannya membantu menunjukkan nomor halaman buku.
Selanjutnya kami mengikuti Doa Rosario di rumah sebuah keluarga yang berada di belakang biara. Mengikuti doa bersama pastor, bruder dan umat kring seperti ini merupakan hal baru dalam kisah senjaku. Selain itu, aku juga berkesempatan berkenalan dengan seorang pastor yang akan bertugas di biara Menyurai. Dalam perbincangan kami, pastor memberitahu sudah 15 tahun berlalu sejak ia berpindah tugas. Wow … itu waktu yang cukup lama dan aku senang bisa bertemu beliau saat ini.
Ketika senja hari ini berakhir, aku kembali ke rumah dengan hati gembira. Dalam hening, kalimat yang dilontarkan pastor kembali terdengar. “Apa persiapan kita untuk kedatangan Allah?”
Seketika otakku memutar kembali semua kisah senja yang sudah berlangsung dua tahun ini. Dalam tiap kisahnya, aku mendapatkan pengalaman iman yang berharga. Mulai dari berkenalan dengan banyak pribadi, mengenal ibadat sore dan ibadat penutup (completorium). Mengetahui istilah-istilah dalam gereja yang belum kupahami, hingga membentukku menjadi pribadi yang melihat hal-hal sederhana sebagai hal yang indah.
Bila ditanya apa yang kupersiapkan untuk kedatangan Allah. Jawabannya sangat sederhana, aku selalu berusaha menjadi orang yang baik dan menuruti semua perintah-Nya. Aku merasa Tuhan sendiri membantuku mempersiapkan semua itu. Dua tahun melewati senja, aku telah belajar banyak hal yang menuntunku menjadi lebih baik lagi.
angela-kwee
*AJ.020187*
 

Surat Kedelapan dari Desa

By. Angela Januarti

Dear David…
Como vai, David? Aku sedang belajar bahasa portugues dari seorang kakak. Aku gembira bisa membagikan beberapa kalimat yang sudah kupelajari dalam surat ini. Seperti biasa, aku ingin bercerita tentang pengalamanku mengunjungi sebuah kampung.
Aku dan seorang teman berangkat pukul satu siang menggunakan motor. Ia membawaku melewati jalur yang belum pernah kulalui. Medannya cukup ekstrem, mengingat jalanan baru mulai kering setelah diguyur hujan kemarin. Ada banyak tanjakan dan turunan. Rasanya seperti lirik lagu film kartun Ninja Hatori saja – ‘mendaki gunung, lewati lembah.’ Kami juga harus menyeberangi sungai menggunakan perahu. Saat-saat seperti ini terasa menyenangkan. Panas dan lelah menghilang seketika.
suratkedelapan (1)
Perjalanan ditempuh selama satu jam. Aku salut melihat teman yang memboncengku. Benar-benar wonder women. Sekali pun aku tahu dia kelelahan, namun semangatnya tetap menggebu-gebu.
Sebelum sampai di kampung, kami disuguhkan permandangan ladang-ladang yang sudah dibakar dan siap ditanami padi. Bulan September – Oktober ini masyarakat memang disibukkan dengan menugal. Hal ini juga menjadi kendala untuk bertemu mereka pada siang hari. Maka, sebelum berangkat kami mengirimkan pesan akan kedatangan kami.
Aku dan temanku sempat beristirahat sebentar, memandangi ladang dan beberapa pondok sederhana yang dibuat untuk beristirahat melepas lelah bagi para warga. Kamu tentu tahu aku pasti mendokumentasikan semua itu.
suratkedelapan (2)
Sudah setahun aku tidak berkunjung ke kampung ini. Saat kami tiba, masyarakat yang kebetulan berada di rumah menyambut dengan sangat ramah. Mereka tetap mengingatku. Kami bersantai di beranda rumah, menikmati secangkir teh hangat, sirih dan buah pisang pemberian seorang warga. Sambutan seperti ini benar-benar membuatku serasa pulang ke kampung halaman. Terlebih sukacita yang mereka hadirkan saat berbincang dan menceritakan pengalaman lucu.
Berambih bon?” beberapa warga menanyakan apakah kami akan menginap.
Biasanya, kalau teman-teman tiba di kampung sore hari mereka memilih menginap. Tahun lalu pun aku pernah menginap di tempat ini. Sayangnya, kali ini kami tidak ada rencana menginap. Cuaca sangat bagus untuk pulang pergi dalam sehari. Kulihat ada raut kekecewaan pada wajah mereka. Lantas, aku berinisiatif mengajak beberapa warga berfoto bersama. Anggaplah berfoto ini sebagai ganti kami tidak menginap. Seketika wajah-wajah mereka kembali tersenyum bahagia.
Saat hendak pulang, kami dihadiahi singkong mentah yang baru saja dipanen. Wah, betapa gembiranya hati kami berdua. Hari ini aku merasa sangat bahagia.
“Lain kali, kita harus membawa oleh-oleh juga untuk mereka. Paling tidak buah-buahan untuk kita makan bersama sambil bersantai di berada rumah,” tuturku dalam perjalanan pulang.
“Iya, itu ide yang bagus,” timpalnya.
Aku melampirkan beberapa foto untukmu, David. Semoga kamu menyukainya. Sudah pukul sebelas malam. Aku harus bergegas menyelesaikan surat ini. Boa noite, David.
Eu te amo!
suratkedelapan (3)
Mawar

24 September 2013

Oase Hidup Malaikat Kecil


Menemukan Kebahagiaan
Oleh. Angela Januarti

Hari ini ada banyak orang  yang berbahagia. Seorang sahabat berbahagia karena ia memulai hidup baru dengan orang yang sangat dicintainya. Lainnya berbahagia karena merayakan wisuda D3 mereka. Bagiku sendiri, hari ini punya dua kisah khusus. Melepas dan menemukan kebahagiaan. Aku tidak akan bercerita tentang sesuatu yang harus kulepaskan. Namun aku akan bercerita tentang kebahagiaan-kebahagiaan yang kutemukan dalam satu hari.
Kebahagiaan itu dimulai saat aku dan teman-teman satu kantor mengisi waktu luang dengan berbagi cerita. Kadang kami membahas hal-hal serius, lain waktu kami bercanda dan bergembira dengan ‘kegaduhan’ yang kami ciptakan. Suasana ini membuat kerja tidak membosankan.
Selanjutnya aku diberi kesempatan berbincang bersama beberapa pribadi yang sangat dekat denganku. Cukup lama kami tidak bercerita dalam durasi yang lama karena kesibukan masing-masing. Dalam perbincangan dengan seorang kakak, ia mengingatkanku pada sebuah ketulusan hati mendoakan seseorang yang aku sayangi. Aku memikirkan satu kalimat yang kudapatkan satu hari sebelumnya dari buku renungan yang kubaca “Berdoalah karena kuasa doa tidak dapat dikalahkan oleh kekuatan apapun. Kuasa doa memberi ketenangan dalam diri.” Diakhir perbincangan kami, ia berkata bahwa ia akan selalu mendoakanku. Apa yang diutarakannya padaku, membuatku merasakan satu ketenangan tersendiri.
Tidak berselang lama, aku berbincang dengan seorang abang. Ia pribadi yang cukup ‘cerewet’ dalam beberapa hal. Ia sering berkomentar dan memberikanku banyak masukan yang membangun. Kali ini pun, pesan yang ia kirim dipenuhi nasihat yang membuatku speechless. Aku senang membaca satu kalimat yang ia berikan “Menjadi sesuatu yang besar tidak instan, perlu proses. Biarlah hal yang alami itu menuntunmu menuju kesuksesan.” Kalimat ini diutarakannya karena ia ingin aku belajar sesuatu dari hal-hal mendasar, bukan melompat pada tingkat yang tinggi saat aku belum siap.   
Saat jam kerja usai, aku hendak membawa motorku yang mogok ke bengkel untuk di service. Dalam perjalanan menyeberang jalan, motorku kembali mogok tepat di depan sebuah becak yang hendak melintas. Becak itu membawa beberapa ken air yang penuh. Orang bengkel yang melihatku hanya tertawa dan berkomentar  “Hampir saja kamu ditabrak becak.” Seraya menunggu motorku di service, kami membahas ulang kejadian tadi. Jujur saja, aku tadi sempat deg-degan. Namun kejadian ini juga membuatku tertawa sendiri. Aneh saja bila membayangkan orang yang mengendarai sepeda motor ditabrak oleh orang yang mengendarai becak.
Dimalam yang hening, aku mendapati abang sepupuku memajang foto kami saat sedang berkumpul. Langsung saja aku berkomentar “Kayaknya ada yang rindu.” Tidak berselang lama, ia membalasnya. Maka, berlanjutlah perbincangan kami hingga curhat-curhatan.
Sesaat, aku terdiam sejenak dan memikirkan ulang apa yang sudah terjadi dalam satu hari ini. Aku menemukan bahwa aku dikelilingi pribadi-pribadi yang luar biasa. Mereka memiliki andil yang membentukku menjadi seperti saat ini. Aku pun kembali disadarkan, bahwa Tuhan selalu punya cara untuk membuatku tersenyum. Bahkan melalui hal-hal sederhana sekali pun, Ia mengajariku untuk selalu mengucap syukur.
Kebahagiaan itu sederhana dan aku telah menemukannya.
*
 

31 Agustus 2013

SENJA DI BIARA MENYURAI


#KEJUTAN DARINYA#
Oleh. Angela Januarti

Lama tidak berkunjung ke biara, membuatku sangat merindukan senja di sana. Hari ini aku bersiap untuk melewati senja dan misa bersama mereka. Usai jam kerja, aku memacu kendaraanku menuju biara. Dalam perjalanan ke sana, aku berpikir ‘andai ada pribadi-pribadi baru yang bisa kukenal dalam kisah senja, pasti banyak hal menarik yang bisa kupelajari.’ Aku tersenyum sendiri memikirkan keseruan yang akan terjadi.
Sesampai di parkiran, aku melihat bruder tengah berbincang dengan seseorang. Mereka terlihat larut dalam perbincangan, seraya duduk di atas rumput taman belakang biara. Aku berjalan menuju pada mereka. Ternyata seseorang yang kulihat itu adalah pastor yang baru ditahbiskan. Ia akan bertugas di salah satu paroki di Kabupaten Kapuas Hulu.
Tidak berselang lama, dua orang datang bergabung – mereka adalah para frater yang juga akan menuju tempat tugas masing-masing. Hari ini termasuk special, pastor tersebut akan membawakan misa sore. Ini misa perdananya di biara Menyurai.
Bacaan dalam misa hari ini bercerita mengenai perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Mereka yang datang lebih dahulu dan terakhir dibayar sama-sama satu dinar. Maka pekerja yang datang terlebih dahulu bersungut-sunggut kepada tuan itu. “Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?” (Mat 20:13). Aku mengambil satu kalimat inti dari homili yang pastor berikan dari bacaan tersebut. “Janganlah kita banyak menuntut kepada Tuhan.“
Usai misa, aku diajak untuk mengikuti ibadah sore. Ini menjadi pengalaman pertamaku. Seorang bruder membantuku dengan memberitahu halaman demi halaman buku yang digunakan. Meski diawal sempat kebingungan, aku sungguh menikmati kesempatan ini.
Selanjutnya kami kembali berbincang di ruang makan. Kebetulan juga ada seorang koko yang berkunjung ke biara. Koko bercerita tentang pengalaman pergi turne bersama para pastor dari jalur sungai. “Bila arus sungai bagus, perlu waktu sekitar enam jam menggunakan speedboat. Kalau arus tidak stabil, bisa satu hari,” tuturnya. Itu adalah petualangan yang menyenangkan. Aku ‘iri’. Masing-masing dari mereka bercerita dengan sangat gembira. Kali ini, aku menjadi pendengar yang baik.
Kami menutup hari dengan completorium. Keheningan biara membuatku khusyuk mengikuti ibadah penutup. Senja kali ini sungguh menyenangkan. Apa yang kupikirkan telah Tuhan wujudkan menjadi nyata seketika itu juga. Kalimat dalam homili pastor tepat sekali – jangan banyak menuntut. Hari ini, tanpa menuntut pun, Ia sudah memberikan yang terbaik bagiku.
Perkenalan bersama mereka, tiap cerita dan pengalaman dalam kisah senja, membuatku semakin bersyukur akan kebaikan Tuhan dalam hidupku. Inilah kejutan sederhana dari-Nya dan aku tak akan melupakan semua ini.
*

Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125