By. Angela Januarti
Dear David…
Como vai, David? Aku sedang belajar bahasa portugues
dari seorang kakak. Aku gembira bisa membagikan beberapa kalimat yang
sudah kupelajari dalam surat ini. Seperti biasa, aku ingin bercerita
tentang pengalamanku mengunjungi sebuah kampung.
Aku dan seorang teman berangkat pukul satu siang menggunakan motor.
Ia membawaku melewati jalur yang belum pernah kulalui. Medannya cukup
ekstrem, mengingat jalanan baru mulai kering setelah diguyur hujan
kemarin. Ada banyak tanjakan dan turunan. Rasanya seperti lirik lagu
film kartun Ninja Hatori saja – ‘mendaki gunung, lewati lembah.’ Kami
juga harus menyeberangi sungai menggunakan perahu. Saat-saat seperti ini
terasa menyenangkan. Panas dan lelah menghilang seketika.
Perjalanan ditempuh selama satu jam. Aku salut melihat teman yang memboncengku. Benar-benar wonder women. Sekali pun aku tahu dia kelelahan, namun semangatnya tetap menggebu-gebu.
Sebelum sampai di kampung, kami disuguhkan permandangan ladang-ladang
yang sudah dibakar dan siap ditanami padi. Bulan September – Oktober
ini masyarakat memang disibukkan dengan menugal. Hal ini juga menjadi
kendala untuk bertemu mereka pada siang hari. Maka, sebelum berangkat
kami mengirimkan pesan akan kedatangan kami.
Aku dan temanku sempat beristirahat sebentar, memandangi ladang dan
beberapa pondok sederhana yang dibuat untuk beristirahat melepas lelah
bagi para warga. Kamu tentu tahu aku pasti mendokumentasikan semua itu.
Sudah setahun aku tidak berkunjung ke kampung ini. Saat kami tiba,
masyarakat yang kebetulan berada di rumah menyambut dengan sangat ramah.
Mereka tetap mengingatku. Kami bersantai di beranda rumah, menikmati
secangkir teh hangat, sirih dan buah pisang pemberian seorang warga.
Sambutan seperti ini benar-benar membuatku serasa pulang ke kampung
halaman. Terlebih sukacita yang mereka hadirkan saat berbincang dan
menceritakan pengalaman lucu.
“Berambih bon?” beberapa warga menanyakan apakah kami akan menginap.
Biasanya, kalau teman-teman tiba di kampung sore hari mereka memilih
menginap. Tahun lalu pun aku pernah menginap di tempat ini. Sayangnya,
kali ini kami tidak ada rencana menginap. Cuaca sangat bagus untuk
pulang pergi dalam sehari. Kulihat ada raut kekecewaan pada wajah
mereka. Lantas, aku berinisiatif mengajak beberapa warga berfoto
bersama. Anggaplah berfoto ini sebagai ganti kami tidak menginap.
Seketika wajah-wajah mereka kembali tersenyum bahagia.
Saat hendak pulang, kami dihadiahi singkong mentah yang baru saja
dipanen. Wah, betapa gembiranya hati kami berdua. Hari ini aku merasa
sangat bahagia.
“Lain kali, kita harus membawa oleh-oleh juga untuk mereka. Paling
tidak buah-buahan untuk kita makan bersama sambil bersantai di berada
rumah,” tuturku dalam perjalanan pulang.
“Iya, itu ide yang bagus,” timpalnya.
Aku melampirkan beberapa foto untukmu, David. Semoga kamu
menyukainya. Sudah pukul sebelas malam. Aku harus bergegas menyelesaikan
surat ini. Boa noite, David.
Eu te amo!
Mawar
Setiap kepingan kehidupan memiliki keajaibannya sendiri. Keajaiban itulah yang ingin kubagikan dengan menulis.
8 November 2013
Surat Kedelapan dari Desa
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
- Angela Januarti
- Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar