26 November 2011

Satu Senja di Biara Menyurai Sintang



By.Angela Januarti
 
Senja dalam keheningan di satu tempat  jauh dari hiruk pikuk dan kebisingan
Luas tempat ini mencapai empat hektar dengan taman dan pepohonan
Bangunan yang sudah cukup tua mengisi luasnya, dibangun pada tahun 1988.
Meski bangunan ini sudah berusia dua puluh tiga tahun, direnovasi beberapa kali
Keindahannya tetap memukau hatiku.
Aku menyukai tempat ini, dan bangunan yang satu tahun lebih muda dari usiaku…

Aku duduk diruang makan bersama seorang Romo. Kami larut dalam perbincangan.
Aku mendengarkan dengan seksama setiap kata yang terucap dari bibirnya. Saran-saran itu sangat berharga untukku.
Sesekali tanganku menulis dalam lembar kertas putih, agar aku tak melupakan point-point penting perbincangan.
Waktu  terus berjalan, tak banyak kesempatan untuk terus berbincang.
“Saya harus bersiap-siap untuk Misa sore”, ucapnya sambil bergegas.
“Sampai jam berapa Misanya Romo”, tanyaku.
“Jam enam sore Angela. Bila kamu ingin ikut, kamu bisa mempersiapkan dirimu di ruangan  untuk Misa”.

Sejenak aku berpikir dan kuputuskan untuk mengikuti misa. Misa pertama ditempat ini, meski aku sudah beberapa kali berkunjung.
Ku persiapkan diriku dan masuk ke satu ruangan. Ruangan dengan ukuran 5x7 meter, dipakai untuk Misa harian dan Misa mingguan.
Hanya terdapat enam kursi panjang di depan Altar, empat buah kursi diletakkan di sebelah kanan dan satu kursi di sisi kirinya.
Sebuah Salib besar di letakan diatas dinding dekat Altar, Patung Bunda Maria disisi kanan dekat dinding dan sebuah Tabernakel di dinding sebelah kiri.
Ku lihat empat orang anak remaja sedang sibuk menyiapkan perlengkapan Misa, mereka terlihat sedikit terkejut dengan kehadiranku. Mungkin karna aku baru pertama kali Misa disini.

“Ingin ikut Misa disini adek”, ucapku sembari tersenyum.

Merekapun tersenyum manis padaku, dan beberapa saat aku terus memperhatikan kegiatan mereka hingga akhirnya aku memilih untuk berteduh dalam Doa.

Waktu kembali berjalan, serasa tak ingin berhenti. Sesekali aku melirik jam tanganku untuk memastikan waktu. Masih ada beberapa menit untuk aku bisa mempersiapkan diriku.
Ruangan ini sunyi, hanya sesekali terdengar suara suster-suster membuka pintu ketika masuk.

Sangat hening
Terasa sangat damai
Aku merasa nyaman dengan suasana ini…
***

Lagu pembukaan dihanturkan, sesaat keheningan terpecah dengan puji-pujian kepada Tuhan.
Dua orang Romo memasuki ruangan menggunakan pakaian berwarna hijau, dalam bahasa Latin pakaian itu disebut  Kasula dan Stola untuk selendang yang dikenakan. Dalam gereja, pakaian berwarna hijau digunakan untuk Masa Biasa.

Suara nyanyian telah hilang berganti suara seorang Romo yang memimpin misa.
“Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus, Amin.”

Tanda Kemenangan yang selalu mengawali setiap Misa dan setiap hal yang ingin kulakukan. Aku sangat mencintai Tanda itu, karena ia sangat bermakna bagiku dan tentunya bagi semua umat Katolik.
Misa terus berlanjut dalam keteduhan berjumpa dengan Tuhan***

Saat memasuki pembacaan Alkitab, seorang gadis remaja maju kedepan untuk membawakan bacaan.
Ia terlihat sangat manis, wajahnya sangat polos, rambut hitam sebahunya tergerai alami
Ia mulai membaca, meski beberapa kali ia terbata. Terkadang intonasinya kurang pas, kata-kata yang diucapkan sedikit berantakan, namun ia sangat bersemangat.

“Tuhan, ia berbincang kepadaMu dengan kepolosannya”, ucapku dalam hati.

Aku tersenyum haru akan semangatnya, ia tak peduli meski ia terbata, semangatnya terus mengalir laksana air sungai yang deras dan menyejukan.

“Biarlah anak-anak datang padaKu, karena merekalah empunya Kerajaan Surga”
Aku ingat beberapa kalimat dalam satu ayat di Alkitab, “itu Perkataan Tuhan”.
YA….. anak itu, dengan segala kepolosannya, ia melayani Tuhan.
Misa terus dilanjutkan dan kami mengikutinya dengan penuh kekusukan bertemu dengan Tuhan..
***

Tanpa terasa waktu menunjukan pukul 18.08 malam, ketika Misa selesai, aku kembali berbincang.
Kudapatkan satu perkenalan, bersama seorang Romo yang belum ku kenal. Romo yang melayani salah satu Paroki di satu desa, hanya sekitar satu jam perjalanan dari tempatku berada..

Senja, berakhir indah… Bersama mereka….

Ketika semua bersiap untuk pulang, akupun berpamitan….
Aku pulang dengan satu sukacita dalam hati, akan satu senja yang indah di Biara ini…
“Terima kasih Tuhan” ***

   SCA-AJ.020187                                                                                                    
                                                                                               



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125