22 Maret 2012

KISAH SEEKOR KUCING

By. Angela Januarti

Tiga hari ini, mess kami kedatangan tamu mungil. Seekor kucing dengan bulu-bulu kuning keemasan. Aku yang termasuk tidak menyukai kucing cuek-cuek saja. Ketika ia mencoba mendekatiku, aku malah menghindar. Aku geli.

Dua teman yang terlihat menyukai kucing cukup senang. Satu diantaranya membiarkan kucing tidur disampingnya pada malam hari di kamar. Kok bisa ya? Aku bingung.

Kemarin  hingga tadi malam aku masih saja cuek. Entah kucingnya kelaparan atau tidak aku masih tidak peduli. Kadang ia tidur di kamar sebelah, sendirian tanpa teman. Ibunya juga tidak tahu di mana. Tubuhnya terlihat mungil dan manis. Saat-saat begini aku merasa iba, aku mulai memanggil kucing itu. Jelaslah aku berbicara sendiri, tapi lucu saja hatiku menjadi gembira.

Tengah malam mendadak aku kelaparan. Sudah jauh malam, aku tidak mau lagi makan jam segini. Tapi perutku tidak mau diajak kompromi. Akhirnya aku memilih tidur saja dengan perut kelaparan. Cukup menyiksa, itu yang kurasakan. Aku kembali terbangun pukul setengah lima pagi. Sudah mencapai puncak laparnya. Aku memilih untuk memasak nasi di rice cooker, paling tidak harus sarapan. Badanku lemah sekali, seperti mau demam.

Sudah mandi dan segar, aku bergegas membuat menu sarapan. Telur dadar sangat praktis untuk mengganjal perutku.

Kucing mungil tadi sudah terbangun. Ia mendekatiku, sepertinya juga kelaparan.

“Meau mau makan? Tunggu ya aku lagi masak.” Aku berguman sendiri pada kucing itu.

Kubagi menu sarapanku padanya. Terlihat ia sangat kelaparan dan makan dengan lahap. Hanya sedikit, semoga bisa menggenyangkannya hingga aku pulang kerja dan memasak lagi.

Saat aku sibuk bermake-up sebelum berangkat kerja, kulihat ia kembali terbaring dikasur kamar. Apa ia masih lapar ya? Kucing itu mengusik pikiranku. Aku sudah kenyang tapi belum tahu apa kucingnya merasakan hal yang sama. Ujung-ujungnya aku memberinya makan lagi.

Saat memandang kucing mungil itu, aku terpikir sesuatu. Alangkah banyaknya orang kelaparan di dunia ini. Si kucing termasuk beruntung hari ini. Ya, meski aku tidak suka dengan kucing, aku juga tidak tega melihatnya kelaparan saat aku dengan nyaman menyantap sarapanku.

Kucing, aku juga beruntung belajar dari kamu pagi ini. Sekalipun aku tidak suka, aku belajar mengasihimu dan memberimu makan dari apa yang kumiliki.

Tanpa aku sadari, ketika melihatmu makan dengan lahap, hatiku bersukacita. Aku terus berkata-kata kepadamu, meski kamu tidak menjawabnya.

Itulah  sukacitaku yang terjadi pagi ini …

Sintang, 21 Maret 2012

SCA-AJ.020187

8 Maret 2012

TERUS BELAJAR

By. Angela Januarti

Sejak dimulainya kerjasama dengan salah satu NGO dari Australia. Beberapa dari tim mereka datang berkunjung ke tempat kami. Mereka semua tidak bisa berbahasa Indonesia dan ini “memaksa” kami berbelajar untuk menciptakan komunikasi yang baik. Banyak diantara kami belum mahir dalam berbahasa inggris dan termasuklah aku di dalamnya. Keadaan ini memberikan motivasi tersendiri dan membuat kami belajar menciptakan atmosfer inggris dalam percakapan sehari-hari.

Proses itu berjalan alami, tiap kami terpacu untuk semakin giat belajar. Memang ada beberapa teman yang siap menjadi penterjemah. Namun rasanya ada yang kurang bila tidak langsung berbincang dengan mereka menggunakan bahasa sendiri. Pemahamannya pasti berbeda.

Aku pribadi mendapatkan banyak kesempatn untuk memperdalam bahasa itu. Aku senang mencari sela untuk bisa berbincang dalam tiap pertemuan. Awalnya sedikit canggung dan lama-kelamaan menjadi terbiasa. Seorang perempuan dari tim mereka tinggal cukup lama untuk penelitiannya, dan beberapa belakangan ini aku mendapatkan kesempatan mendampinginya dalam kegiatan. Karena sama-sama perempuan, pendekatannya lebih mudah.

Pernah ia berkata padaku: “Aku senang melihat semangatmu belajar, meski terkadang aku tidak paham apa yang kamu katakan.” Aku hanya tersenyum dan termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.

Keinginan untuk belajar selalu mendapatkan kesempatan-kesempatan lain. Di satu siang, ia mengirimkan sms untuk meminta bantuan menghubungi beberapa orang dan menanyakan beberapa hal. Aku sempat canggung karena penyampaianku tidak boleh salah dan menyimpang. Perlahan ia menjelaskan hal-hal yang harus ditanyakan. Sesekali ketika aku tidak paham, ia menuliskannya di kertas dan aku menggunakan kamus untuk memahaminya.

Di kesempatan yang lain, aku diminta untuk menemani ia berkunjung ke kampung halamanku. Aku, ia dan dua leaders ada pertemuan dengan seorang Pastor. Dalam hati aku berpikir: Kenapa aku diajak ya? Padahal dua leaders ini bisa berbahasa inggris dengan baik. Apa karena akan berkunjung ke kampung halamanku?

Pertanyaan itu membuatku bertanya pada dua leaders dalam perjalanan menuju ke kampung halamanku. Satu jawaban yang membuatku terenyuh: Kamu memiliki potensi dalam dirimu. Dan saya terus mencari potensi dari tiap-tiap aktivis. Sebentar lagi saya akan pensiun dan kalianlah yang akan meneruskan semuanya. Saya ingin kalian belajar.

Para leader benar, kami harus banyak belajar. Sejak kejadian itu, aku bersyukur akan tiap kesempatan yang aku dapatkan. Aku senang belajar dari ketidaktahuan. Ketidaktahuan itu memacuku menjadikannya sebuah pemahaman yang baik akan tiap hal.

Aku merenung sejenak, dan melihat semua yang telah terjadi. Kesempatan itu selalu ada, asalkan aku mau belajar dengan rendah hati. Aku sadar saat aku berhenti belajar. Aku hanya akan berada di tempat yang sama setiap harinya. Tempat yang mungkin nyaman karena sikap tinggi hati, saat aku merasa sudah bisa. Padahal aku bisa berlari kemanapun dan menemukan banyak hal baru bila bisa meninggalkan zona nyaman itu.

Aku akan terus belajar. Dengan belajarlah aku akan menjadi pintar.

Sintang, 8 Maret 2012
SCA-AJ.020187

#DEBU YANG BERHARGA#

By. Angela Januarti

Hanya debulah aku di alas kaki-Mu Tuhan
Hauskan titik embun sabda penuh ampun

Aku  hanya debu  di dunia yang luas dan tidak terlihat. Saat angin datang, debu itu terbang. Ia tidak punya kekuatan untuk melawan dan hanya mengikuti kemana angin membawanya. Pasrah dan berserah, menunggu putaran angin berhenti dan menghilangkannya dari pandangan mata.

Aku hanya debu, asal penciptaanku dari debu dan akan kembali menjadi debu. Asalku bukan suatu yang berharga, tiap orang akan menutup wajahnya saat hantaman debu terbawa angin datang. Takut terhirup membuat batuk, takut memasuki mata dan pedih, takut menempel di wajah dan membuat kotor.  Terlalu banyak ketakutan dalam debu.

Tangan Tuhan melihat debu suatu yang berharga. Ia mengenggam dan memberi napas kehidupan di dalamnya. Dibentuknya manusia menurut gambaranNya; terlihat sangat sempurna. Debu hidup dan memiliki perasaan serta kekuatan untuk tidak lagi terbawa oleh angin dan pasrah. Ia berani melawan arus kegetiran kehidupan dan berjalan dalam  naungan Tuhan. Titik embun memberinya kesejukan akan kemurahan hati Tuhan. Debu tersenyum sebab ia tidak lagi menjadi noda yang akan merusak kemurnian warna putih di setiap sentuhannya. Kemurnian yang melambangkan betapa suci dan berharganya hidup ini.

Aku hanya debu di alas kaki Tuhan, namun aku ingin menjadi debu yang berharga. Tidak hanya membuat orang mengibaknya agar terlepas dari pakaian dan alas kaki.

Aku hanya debu dengan segala keterbatasanku. Semua mengantarku pada diri-Mu. Semakin lemah dan takut angin membawaku kemana ia mau. Semakin aku berpegang teguh dalam genggaman tangan-Mu.

Debu berharga bila ia mampu memaknai hidunya. Kenapa ia ada? Apa yang bisa ia lakukan untuk dunianya? ***

Sintang, 28 Feb 2012
SCA-AJ.020187
Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125