By. Angela Januarti
#KASIH YANG MENYATUKAN#
Sore
itu mereka mengirimku kabar ada di biara hingga senin pagi. Hatiku
bersukacita karena sudah lama kami tidak bertemu dan berbincang. Aku
berpacu dengan waktu agar tidak terlalu malam datang ke sana dan punya
banyak waktu berkumpul bersama mereka. Ketika aku datang, mereka tengah
bersantai di taman samping biara, sayangnya hanya berdua dan yang lain
sudah beristirahat karena kecapaian. Aku mengucapkan salam; hatiku
penuh kegembiraan karena kembali bertemu. “Aku benar-benar rindu kalian
loh bang,” ujarku.
Kami bersantai seraya
menikmati buah jeruk dan salak. Kami mulai berbincang dan aku mulai
bercerita tentang kegiatanku. Mereka mendengarkannya sembari sesekali
bercanda. Hanya bertiga rasanya ada yang kurang, aku mengirimkan sms
kepada salah satu dari mereka lagi yang kukenal. Aku mengajaknya
bergabung untuk bersantai. Tidak lama kemudian dia datang dan tersenyum
padaku. Kami bersalaman dan dia memegang kepalaku, satu sentuhan kasih
yang membuatku rindu sosok abangku.
Mereka bertiga
menceritakan pengalaman menjalani masa pastoral di tempat tugas
masing-masing. Banyak hal lucu yang terjadi dan membuat kami terus
tertawa. Kami juga membicarakan tentang begitu kayanya alam dibagian
hulu Kapuas. Bila musim kemarau, ada banyak ikan yang bisa dipanen
untuk dikonsumsi maupun dijual. Cerita ini membuatku tidak sabar untuk
bisa berkunjung dan melihatnya secara langsung.
Keesokan
paginya, aku mengikuti misa minggu bersama mereka dan umat di biara;
seorang tamu kami juga ikut serta. Setelah bacaan Injil dibacakan,
pastor memberikan homili yang menarik bagiku. Satu kalimat dalam
perenungan di Hari Raya Tritunggal Mahakudus adalah tentang kasih yang
menyatukan. Kasih dalam tiap pribadi yang mencerminkan sosok Tritunggal
Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Setelah misa, aku berharap bisa
berfoto bersama mereka dengan menggunakan jubah. Foto ini akan menjadi
kenangan indah sebelum mereka tahbisan imamat. Namun niatku belum
sepenuhnya terwujud, karena hanya dua orang dari mereka yang masih
menggunakan jubah dan berfoto bersamaku.
Kami melanjutkan
sarapan bersama; kebetulan ada satu pastur yang sangat kukagumi karena
beliau sangat peduli tentang kebudayaan Dayak, lingkungan dan
orangutan. Aku tidak menyia-yiakan kesempatan ini dan berbincang banyak
hal bersamanya. Sarapan kali ini menyenangkan, tiap perbincangan
bersama mereka memberiku banyak pengetahuan baru. Aku semakin asyik
saja membahas budaya, lingkungan dan orangutan hingga pastur mengajakku
berkunjung ke tempat tinggalnya bernama Kobus.
Aku
mendapatkan kesempatan melihat tiga ekor orangutan di tempat khusus
seperti klinik hewan. Seekor orangutan dikandang yang berbeda ternyata
belum terlalu sehat, ada seorang petugas khusus yang merawatnya. Di
kandang berbeda, dua ekor orangutan terlihat tengah asyik bermain. Aku
lucu melihatnya, meski agak takut aku mencoba untuk bermain lewat sela
kandang; apalagi seekor orangutan bernama Jojo menyodorkan tangan untuk
bersalam, bahkan memberikanku setangkai tumbuhan yang ada di kandangnya.
Aku
termasuk beruntung, karena tidak semua orang diperbolehkan untuk masuk
ke area ini. Aku mengabadikan tiap hal untuk jadi kenangan. Pastur juga
menjelaskan beberapa hal mengenai orangutan kepadaku. Sebelum keluar
area, aku kembali bermain bersama Jojo, kali ini ia terlihat semakin
menggemaskan. Tangannya tidak henti mencoba menarik pakaianku dan
mengajak salaman.
Pastur mengajakku untuk melihat isi
rumah Kobus. Saat baru memasuki rumah, aku terpana melihat semua yang
ada. Mulai dari pajangan, foto-foto, furnitures hingga buku-buku yang tersusun rapi. Pastur menjelaskan tentang kain tenun ikat, furniture
dari kayu di hutan yang sudah tidak terpakai, tombak, anyaman dan masih
banyak hal menarik lainnya. Terakhir, aku mendapatkan satu buku tentang
tenun yang hanya dicetak tiga puluh buah dan tanda tangan pastur secara
langsung. Selain itu ada tiga buah buku lainnya yang diberikan padaku.
Bila sejak dulu aku begitu ingin mempelajari tentang tenun lebih dalam,
hari ini Tuhan menghadirkan pribadi yang membuat keinginanku terwujud.
Menjelang
senja, aku kembali berkunjung ke biara. Kali ini mereka tengah
berkumpul bersama di kursi taman; ada pastur dan lima diakon. Satu
kesempatan lain yang kembali hadir dan membuatku bahagia. Sebelum
menutup senja, mereka bermain gitar dan menyanyi lagu bersama. Aku
sendiri sibuk merekam senja yang terjadi dan tidak ingin kehilangan
sedikitpun waktu yang terjalan. Karena nanti, setelah mereka
ditahbiskan dan bertugas di tempat yang jauh; satu rekaman senja ini
akan menjadi kenangan yang manis. “Tuhan sungguh baik ya bang, akhirnya harapanku untuk kembali melewati senja bersama kalian terwujud,” ucapku pada dua diakon.
Senja
kali ini, mengajarkanku betapa kasih Tuhan telah menyatukan kami yang
datang dari berbagai latar belakang, budaya dan daerah yang berbeda.
Karena kasihnya juga, aku mengalami banyak senja dan belajar banyak hal
bersama mereka.
Sintang, 03 Juni 2012
Setiap kepingan kehidupan memiliki keajaibannya sendiri. Keajaiban itulah yang ingin kubagikan dengan menulis.
19 Juni 2012
SENJA KEDUA PULUH DI BIARA MENYURAI
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
- Angela Januarti
- Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar