11 Mei 2012

SENJA KEDELAPAN BELAS DI BIARA MENYURAI

#PERJALANAN MASIH PANJANG#

By. Angela Januarti

Jumat sore di masa pra-paskah. Aku dan satu teman kantorku berkunjung ke biara untuk mengikuti jalan salib. Ia sangat bersemangat ketika kuceritakan pengalaman pertamaku mengikuti jalan salib di hutan belakang biara. Jalan salib diadakan pukul setengah lima sore, tentunya kami harus izin pulang lebih awal agar tidak terlambat. Syukurlah HRD tidak terlalu ‘cerewet’ hingga dengan mudah kami mendapatkan izin.

Kami bergoncengan dan temanku membawa motor dengan kecepatan sedang. Biara mulai ramai saat kami tiba di sana. Bukan hanya anak asrama dan para suster yang biasa kutemui, umat sekitar area juga ikut bergabung dalam jalan salib. Kami duduk sejenak menunggu waktu. Sebuah tempat berbentuk bundar yang terbuat dari semen menjadi tempat kami duduk dan berbincang. Ada banyak anak asrama hari ini, mereka terlihat manis. Perbincangan terdengar asyik, mereka membahas tentang ujian.

“Ujiannya sudah selesai adik?” tanyaku pada seorang gadis di sampingku.

“Tinggal satu hari lagi kak.”

“Kalian semua kelas tiga? Kalau yang SMA kapan ujiannya?”

Nggak semua kak. Ada juga kelas satu dan dua yang baru datang liburan ujian. Kami semua masih SMP kak.” Aku tertegun, ternyata mereka masih sangat muda.

Jalan salib dimulai, aku dan teman bersama para umat yang lain mengikuti tiap perhentian dengan khusyuk. Kami menggeliling kawasan hutan menuju pada perhentian. Berjalan seperti ini memberi kesan tersendiri. Aku membayangkan mengikuti Yesus dalam jalan salib sebenarnya. Betapa Ia berjuang keras hingga mencapai puncak Golgota. Aku saja yang hanya berjalan di jalan datar cukup merasa kelelahan.

Perhentian demi perhentian dilalui, hingga kami berhenti di perhentian 12 : Yesus Wafat di Salib. Hening dan merenung kisah sengsaranya. Beberapa saat terdengar isak tangis perlahan teman di sebelahku. Memang sangat mengharukan menghayati pengurbanan Tuhan. Aku hanya terdiam mendengarnya.

“Pin, kenapa kamu menangis?” Aku bertanya untuk menghilangkan rasa penasaranku setelah kami selesai jalan salib.

“Rasanya benar-benar konsentrasi kak. Awalnya biasa, tapi entah kenapa di perhentian 7 :Yesus Jatuh Kedua Kalinya di Bawah Salib aku merasakan haru yang luar biasa. Hingga diperhentian ke-12, aku tak bisa lagi menahan airmataku. Aku senang jalan salib di sini kak!”

Aku tersenyum mendengarnya. Ia dapat merasakan kedamaian tempat ini dan mengalami senja yang berbeda dalam versinya. Kami melanjutkan misa sore di ruang doa. Umatnya ramai, tempat duduk juga penuh. Aku dan temanku duduk berdampingan. Kami bersiap mengikuti misa bersama.

Ketika misa selesai, kami hendak beranjak pulang. Saat mendekati parkiran, aku melihat pastur berjalan menuju taman dekat parkiran. Kuucapkan salam, sudah lama tidak bertemu dan berbincang.

“Pastur, apa kabar? Angel dengar pastur jatuh dari motor kemarin. Gimana keadaan pastur?”

“Sudah lebih baik Angel.”

Aku memilih untuk tidak pulang dan berbincang sejenak, jarang sekali bisa ngobrol bersama pastur ini. Maklum, aku terlalu sungkan dengan beliau. Beliau yang paling senior di biara ini.

Kami mulai bercerita. Pastur, aku dan temanku duduk di kursi taman. Kali ini kami melewati senja bertiga. Biara sedang sepi, para penghuninya sibuk dengan kegiatan retret. Kupandangi seluruh area biara, hening berpadu desiran merdu angin senja. Aneka jenis tumbuhan memberi kesejukan, bunga di dekat kursi taman terlihat indah dengan warna kuning cerahnya. Dua ekor anjing bermain di dekat kami. Semua hal berpadu menjadi satu.

Perbincangan yang memberikan kesan manis. Paling tidak rasa sungkanku mulai berkurang dan bisa menikmati senja dengan gembira. Aku melihatnya seperti sosok ayah yang mengayomi anak-anaknya dengan kasih sayang yang tulus.  Sesaat aku teringat tiap pribadi yang pernah hadir dalam senja-senjaku. Ada rasa rindu yang luar biasa berkecambuk di dada. Mereka berada jauh di sana. Melanjutkan panggilan yang Tuhan berikan untuk melayani umat.

Tuhan, andai aku boleh mengulang semua senja bersama mereka, doaku dalam keheningan senja.

Saat hari mulai gelap, aku dan temanku memutuskan kembali ke rumah dan berpamitan. Pengalaman dalam senja kali ini membuatku sadar satu hal. Senja yang Tuhan hadirkan untukku masih akan terus berlanjut, pribadi yang Ia perkenankan menuntunku selalu berbeda dalam tiap senja. Aku mengalami tahap-tahap kehidupan dan menjadikanku pribadi yang semakin ingin dekat pada Tuhan.

Seperti senja, perjalanan hidupku juga begitu. Masih banyak hal yang harus kulakukan untuk kemuliaan Tuhan. Aku belajar dari mereka yang hadir dalam senjaku. Menerima dan menjalani panggilan dengan penuh ucapan syukur.  Aku di sini, masih ingin melewati banyak senja dalam-Mu Tuhanku. Karena perjalananku masih panjang, hingga akhir nanti kudapatkan senja sejati dalam kehidupan kekal bersama-Mu.

Sintang, 16 Maret 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125