#PERJALANAN MASIH PANJANG#
By. Angela Januarti
Jumat
sore di masa pra-paskah. Aku dan satu teman kantorku berkunjung ke
biara untuk mengikuti jalan salib. Ia sangat bersemangat ketika
kuceritakan pengalaman pertamaku mengikuti jalan salib di hutan
belakang biara. Jalan salib diadakan pukul setengah lima sore, tentunya
kami harus izin pulang lebih awal agar tidak terlambat. Syukurlah HRD
tidak terlalu ‘cerewet’ hingga dengan mudah kami mendapatkan izin.
Kami
bergoncengan dan temanku membawa motor dengan kecepatan sedang. Biara
mulai ramai saat kami tiba di sana. Bukan hanya anak asrama dan para
suster yang biasa kutemui, umat sekitar area juga ikut bergabung dalam
jalan salib. Kami duduk sejenak menunggu waktu. Sebuah tempat berbentuk
bundar yang terbuat dari semen menjadi tempat kami duduk dan
berbincang. Ada banyak anak asrama hari ini, mereka terlihat manis.
Perbincangan terdengar asyik, mereka membahas tentang ujian.
“Ujiannya sudah selesai adik?” tanyaku pada seorang gadis di sampingku.
“Tinggal satu hari lagi kak.”
“Kalian semua kelas tiga? Kalau yang SMA kapan ujiannya?”
“Nggak
semua kak. Ada juga kelas satu dan dua yang baru datang liburan ujian.
Kami semua masih SMP kak.” Aku tertegun, ternyata mereka masih sangat
muda.
Jalan salib dimulai, aku dan teman bersama para
umat yang lain mengikuti tiap perhentian dengan khusyuk. Kami
menggeliling kawasan hutan menuju pada perhentian. Berjalan seperti ini
memberi kesan tersendiri. Aku membayangkan mengikuti Yesus dalam jalan
salib sebenarnya. Betapa Ia berjuang keras hingga mencapai puncak
Golgota. Aku saja yang hanya berjalan di jalan datar cukup merasa
kelelahan.
Perhentian demi perhentian dilalui, hingga
kami berhenti di perhentian 12 : Yesus Wafat di Salib. Hening dan
merenung kisah sengsaranya. Beberapa saat terdengar isak tangis
perlahan teman di sebelahku. Memang sangat mengharukan menghayati
pengurbanan Tuhan. Aku hanya terdiam mendengarnya.
“Pin, kenapa kamu menangis?” Aku bertanya untuk menghilangkan rasa penasaranku setelah kami selesai jalan salib.
“Rasanya
benar-benar konsentrasi kak. Awalnya biasa, tapi entah kenapa di
perhentian 7 :Yesus Jatuh Kedua Kalinya di Bawah Salib aku merasakan
haru yang luar biasa. Hingga diperhentian ke-12, aku tak bisa lagi
menahan airmataku. Aku senang jalan salib di sini kak!”
Aku
tersenyum mendengarnya. Ia dapat merasakan kedamaian tempat ini dan
mengalami senja yang berbeda dalam versinya. Kami melanjutkan misa sore
di ruang doa. Umatnya ramai, tempat duduk juga penuh. Aku dan temanku
duduk berdampingan. Kami bersiap mengikuti misa bersama.
Ketika
misa selesai, kami hendak beranjak pulang. Saat mendekati parkiran, aku
melihat pastur berjalan menuju taman dekat parkiran. Kuucapkan salam,
sudah lama tidak bertemu dan berbincang.
“Pastur, apa kabar? Angel dengar pastur jatuh dari motor kemarin. Gimana keadaan pastur?”
“Sudah lebih baik Angel.”
Aku memilih untuk tidak pulang dan berbincang sejenak, jarang sekali bisa ngobrol bersama pastur ini. Maklum, aku terlalu sungkan dengan beliau. Beliau yang paling senior di biara ini.
Kami
mulai bercerita. Pastur, aku dan temanku duduk di kursi taman. Kali ini
kami melewati senja bertiga. Biara sedang sepi, para penghuninya sibuk
dengan kegiatan retret. Kupandangi seluruh area biara, hening berpadu
desiran merdu angin senja. Aneka jenis tumbuhan memberi kesejukan,
bunga di dekat kursi taman terlihat indah dengan warna kuning cerahnya.
Dua ekor anjing bermain di dekat kami. Semua hal berpadu menjadi satu.
Perbincangan
yang memberikan kesan manis. Paling tidak rasa sungkanku mulai
berkurang dan bisa menikmati senja dengan gembira. Aku melihatnya
seperti sosok ayah yang mengayomi anak-anaknya dengan kasih sayang yang
tulus. Sesaat aku teringat tiap pribadi yang pernah hadir dalam
senja-senjaku. Ada rasa rindu yang luar biasa berkecambuk di dada.
Mereka berada jauh di sana. Melanjutkan panggilan yang Tuhan berikan
untuk melayani umat.
Tuhan, andai aku boleh mengulang semua senja bersama mereka, doaku dalam keheningan senja.
Saat
hari mulai gelap, aku dan temanku memutuskan kembali ke rumah dan
berpamitan. Pengalaman dalam senja kali ini membuatku sadar satu hal.
Senja yang Tuhan hadirkan untukku masih akan terus berlanjut, pribadi
yang Ia perkenankan menuntunku selalu berbeda dalam tiap senja. Aku
mengalami tahap-tahap kehidupan dan menjadikanku pribadi yang semakin
ingin dekat pada Tuhan.
Seperti senja, perjalanan hidupku
juga begitu. Masih banyak hal yang harus kulakukan untuk kemuliaan
Tuhan. Aku belajar dari mereka yang hadir dalam senjaku. Menerima dan
menjalani panggilan dengan penuh ucapan syukur. Aku di sini, masih
ingin melewati banyak senja dalam-Mu Tuhanku. Karena perjalananku masih
panjang, hingga akhir nanti kudapatkan senja sejati dalam kehidupan
kekal bersama-Mu.
Sintang, 16 Maret 2012
Setiap kepingan kehidupan memiliki keajaibannya sendiri. Keajaiban itulah yang ingin kubagikan dengan menulis.
11 Mei 2012
SENJA KEDELAPAN BELAS DI BIARA MENYURAI
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
- Angela Januarti
- Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar