Oleh. Angela Januarti
Menjadi
penulis, tidak terlintas sedikitpun dibenakku. Aku menyukai dunia menulis sejak
SMP, saat itu masih jamannya menulis goresan, begitu kami menyebutnya. Hanya
sekedar hobi, aku tidak pernah berpikir lebih hingga tamat kuliah. Aku masih
sering menulis, belajar membuat cerpen, menulis catatan yang ku upload di
beberapa jejaringan sosial.
Kalau
ditanya mengapa suka menulis, jawabannya sederhana; aku ingin berbagi
pengalaman yang kudapatkan. Entah itu pengalaman suka duka pribadi,
keprihatinan terhadap lingkungan dan banyak hal lainnya. Intinya aku menulis
apa yang ingin kutulis, itu saja.
Setiap
awal tahun aku terbiasa menulis daftar impian yang ingin kucapai dalam setahun.
Ah, tahukah kalian aku memasukkan satu impian ingin menerbitkan buku di tahun
2011. Jujur aku tidak tahu caranya, yang kulakukan hanya menulis dan menulis.
Tapi, aku percaya Tuhan melihat kerja
keras kita dalam tiap hal. Karena memasuki bulan September 2011 aku
diperkenalkan pada grup penulis di facebook.
Satu perkenalan tanpa sengaja.
Aku
tidak menyia-yiakan kesempatan. Aku mulai melihat dan belajar banyak hal. Aku
tidak paham teori dalam menulis, bahkan peletakan tanda “ untuk dialog saja aku
bisa salah. Banyak kata-kata asing untukku, istilah “diksi” pernah membuatku
kebingungan. Tapi inilah sebuah proses, tak ada yang diraih tanpa kerja keras
dan belajar yang giat.
Soal
proses belajar, aku pernah menangis karena tulisanku dikoreksi seorang penulis
senior. Beliau dengan rendah hati memberikan banyak saran. Satu kalimat yang
paling menyentuh adalah “menulislah dengan jujur.” Ketika aku merenungi kalimat
ini dan kembali membaca tulisanku, aku mendapatkan benang merahnya.
Aku
mulai semakin giat belajar dan berani mengikuti beberapa lomba menulis. Meski
baru satu lomba yang lolos dalam antologi, aku sangat mensyukuri semua itu.
Paling tidak, ini memacuku untuk terus bersemangat menulis. Aku juga sering
berbincang bersama penulis yang lain, berbagi pengalaman dan mendengarkan
saran-saran mereka. Orang cerdas mengatakan “pengalaman adalah guru yang paling
baik.” Aku setuju dengan kalimat ini. Tapi, bukan hanya pengalaman pribadi yang
bisa dijadikan guru, pengalaman orang lain juga bisa menginspirasi bila
diresapi.
Bermodalkan
keinginan untuk belajar baik dari pengalaman pribadi dan oranglain. Aku
mengimbanginya dengan sikap rendah hati. Jujur, aku pribadi yang “kebal” bila dikritik. Kebal dalam arti
aku tidak akan mudah tersinggung dan melihat kritikan sebagai hal positif.
Kalau mendapatkan kritikan aku akan merenung dan mencari solusi memperbaiki
kesalahan.
Dalam
proses mencapai impian, selalu ada masa jatuh bangunnya. Aku juga merasakan hal
yang sama. Ketika semangatku semakin menggebu untuk serius mendalami dunia
menulis. Pekerjaan kantor juga memerlukan perhatian khusus. Aku sempat down, mengeluh dengan pekerjaan. Penulis
tersebut kembali memberikanku saran bahwa kedua hal dapat berjalan berimbang. Alhasil,
hingga sekarang aku menjalani keduanya dengan gembira.
Sejak
saat itu, aku merasa tiap pribadi memperhatikanku. Secara tidak langsung tiap
pertanyaan yang terlintas dibenakku terjawab dalam pribadi mereka. Baik itu
dari candaan, postingan, status, tulisan dan perbincangan. Sungguh indah bukan?
Aku
telah merasakan dampak positifnya. Keinginan untuk belajar, kerendahan hati dan
kerja keras yang berpadu membawa hal indah. Tiap pribadi yang kukenal
memberikan banyak kesempatan mengembangkan minat bakatku dalam menulis. Aku
mulai diajak menulis renungan untuk kaum muda, menulis artikel dan cerpen di koran lokal,
buletin kantor, website dan blog
salah satu NGO di Australia.
Satu impian yang
kutulis di tahun 2011 mendapat jalan untuk diwujudkan. Alangkah bersyukurnya
hatiku. Dan aku memilih untuk tetap menulis ....*Tulisan yang berserakan, kutemukan dalam file tahun 2013. Daripada tersimpan di sana, baiknya aku share. Siapa tahu bisa menginspirasi yang baca :)
-AJ.020187-