#Perkenalan#
Oleh. Angela
Januarti
Hari ini aku
berkenalan dengan dua orang wartawan. Atau lebih tepatnya
diperkenalkan oleh seorang teman (yang juga wartawan). Hal ini berawal ketika
aku mengirimkan bbm menanyakan alamat emailnya. Email lamaku di hack orang
dan celakanya aku lupa pertanyaan rahasia yang bisa menyelamatkan emailku.
Maka, aku kehilangan semuanya, termasuk alamat email temanku ini. Aku bilang
padanya ingin mengirimkan cerpen. Karena kebetulan aku ada menulis beberapa
cerpen dan mengambil satu tema tentang menjadi seorang ibu. Niatnya, kalau
terbit akan kujadikan hadiah ulang tahun untuk ibuku.
Perbicangan
kami berlanjut saat aku bertanya padanya; apakah dia punya teman wartawan dari
koran nasional. Secepat kilat aku membaca balasan bbm-nya dengan bunyi 'Ada
donk.' Lantas dia menyebutkan nama dua koran nasional dan satu media online.
Tidak menunggu lama, aku minta dikenalkan. Share pin bb (kalau ada), tapi aku
memintanya untuk izin ke mereka terlebih dulu. Tidak elok rasanya kita
memberikan pin seseorang tanpa izin yang bersangkutan. Tidak lama, dia bbm lagi
katanya 'Abang kasi pin kamu ke kawan, bolehkan?' dan segera jugalah aku
mendapat broadcast massage-nya dengan bunyi 'Kenalin nich, penulis fiksi
handal dari Sekadau (temanku) Angela Januarti Kwee.' Membaca broadcast
massage-nya membuatku menempelkan wajah ke meja kerjaku. Aduh! Langsung aku
bbm lagi dan bilang 'Abang, lebayyyy a. Kenalinnya biasa ajalah', dia
mengirimkan lambang senyum lebar dengan kalimat 'Udah izin.'
Selang
beberapa menit, aku mendapat permintaan pertemanan. Dan ternyata dari salah
satu teman wartawan yang disebutnya. Aku berdecak kagum "Manjur juga
promosinya."
Aku dan
wartawan itu berbincang singkat. Aku bertanya gimana caranya mengirim cerpen
atau tulisan. Dia balik bertanya 'Ada blog?' Dengan polos aku menjelaskan
blogku sudah lama tidak di update. Dia berkomentar 'Lebih baik aktif di blog',
dan aku bertanya balik, 'Kenapa menurut abang lebih baik aktif di blog?'
Mengingat aku men-share-kan tulisanku dengan cara berbeda. 'Setidaknya itu
melatih diri untuk semangat menulis. Karena itu karya milik kita. Dan beretika
tentunya.' Aku terpukau dengan kalimat yang diutarakannya via bbm. 'Semua karya
tentunya harus beretika dong bang', begitu aku menjawab bbm-nya.
Malam harinya, aku juga berbincang dengan seorang wartawan lain (masih termasuk temannya temanku). Dalam perbincangan kami, dia juga menanyakan apakah aku punya blog. 'Punya blog itu penting sekali' begitu katanya. 'Menurut abang kenapa penting?' aku balik bertanya. 'Karena itu karya di luar rutinitas kita. Karena aku menulis diluar kegiatanku' timpalnya. Mengingat tema yang dia tulis lebih banyak mengenai perbankan, agribisnis dan niaga jasa. Aku mengirimkan tanda tertawa dan berkomentar 'Iya, kalau keseharian abangkan nulisnya yang berat-berat temanya. Tapi kalau aku nulis kebanyakan tentang rutinitas.'
Perbincangan
kami yang singkat memberikan perenungan untukku. Aku selalu senang merenungi
apa saja yang kualami. Jadi teringat sebuah kutipan dari Seno Gumira Ajidarma,
Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara, bahwa “Belajar menulis adalah
belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling
mungkin dilakukan oleh manusia.” Karena perkataan mereka aku kembali membuka
blogku, mendapati sudah hampir setahun tidak di update. Tiba-tiba saja aku
merasakan kerinduan yang mendalam. Rindu bercampur pertanyaan, bagaimana
mungkin aku bisa membiarkan blog ini terlantar sendirian, tanpa penghuni yang
sedang asik melalang buana dan hampir lupa pulang? Dan hari ini penghuninya
kembali, ia mulai membagikan cerita lagi.
-AJ.020187-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar