28 Mei 2013

Surat Ketiga dari Desa

Oleh. Angela Januarti

Dear. David,
Hari ini aku kembali merindukanmu. Apa kamu sudah membaca suratku yang sebelumnya? Kamu sukakan?! Seorang kakak berkomentar ketika membaca suratku padamu. Katanya “Pasti David berbunga-bunga hatinya mendapatkan surat dari Mawar.” Kalimat itu membuatku penasaran dan ingin tahu jawabannya langsung dari mulutmu. Tapi … apapun itu, aku tetap ingin menulis surat untukmu.
Oh ya, seperti janjiku. Aku akan menceritakan petualanganku di hari ketiga dan keempat. Hari ketiga dalam petualangan, aku masih sangat bersemangat. Sebelum berangkat kami sarapan terlebih dahulu, mengingat tidak akan ada warung yang bisa kami jumpai untuk membeli makanan. Kali ini kami memastikan akan pulang malam, maka aku berinisiatif membuat bekal untuk makan siang. Menunya sangat sederhana, sambel tempe, ikan teri dan kacang tanah dengan nasi putih. Aku membeli sebungkus abon sapi untuk menambah menu makanan. Lucu ya? Aku sampai berbekal seperti itu. Tapi aku tak mau gengsi, daripada nanti kelaparan.
Kami mengunjungi dua kampung. Kesulitannya tetap sama, sangat susah bertemu orang di siang hari terlebih ini musim panen padi. Tapi syukurlah, ada beberapa warga yang bisa kami jumpai. Ada cerita seru dan sangat lucu loh, David. Sekitar jam 1 an kami mulai merasa lapar. Untunglah ada satu warga yang sudah dikenal oleh temanku. Kami berbincang di rumahnya dan menumpang makan. “Pak, kami mau numpang makan,” ujarku dalam perbincangan kami.
“Bisa, tapi tidak ada makanan di rumah ini,” balasnya seraya bersibuk menuju dapur.
“Bukan … Pak. Kami bawa bekal dan hanya perlu menumpang makan,” lanjutku malu-malu.
“Oh begitu … tentu saja boleh.”
Akhirnya dengan tawa bercampur malu, aku dan temanku mengeluarkan bekal dari tas dan melahapnya.  Temanku bilang “Selama aku bertugas di tempat ini, baru pertama kali aku berbekal ke lapangan. Biasanya teman-teman yang lain sanggup menahan lapar hingga malam.” Aku tertawa dan membalas “Seumur-umur aku kerja di sini, baru sekarang juga aku berbekal. Sudah kayak mau ke ladang saja kita berdua.” Kami kembali tertawa sambil menyantap bekal makan siang.
Di kampung terakhir kami harus menunggu orang berjam-jam hingga jam 5 sore. Cuaca terlihat mendung menjelang senja, ada kekhawatiran dalam hatiku. Kalau hujan, pasti jalanan akan sangat licin. Beberapa warga yang pulang dari ladang berhenti dan menemani kami berbincang. Keramahan mereka membuatku merasa nyaman.
Sekitar setengah tujuh malam, aku dan temanku kembali ke kantor. Hujan rintik mengiringi perjalanan kami. Jalanan belum licin. Selang belasan menit, tepat di simpang tiga kami hampir tergelincir. Kami keasyikan melaju untuk mengejar agar sampai ke kantor sebelum hujan deras. Ehhh … ternyata jalanan di sini sudah terkena hujan deras. Hujannya tidak merata, istilah masyarakat di sini -  hujan lokal.  Temanku merelakan mantelnya untukku agar peralatan di dalam tas tidak basah.
Bisa dibilang jarak untuk sampai ke kantor tidak lagi jauh, hanya beberapa kilometer. Namun jalanan sudah licin dan becek. Temanku harus mengurangi angin pada ban motor. Beberapa kali aku berjalan kaki karena turunan dan ban motor berbalut tanah liat. Hujan juga tidak kunjung berhenti, malahan semakin deras. Sungguh ini bukan hal yang menyenangkan. Namun aku mencoba menikmati semua yang terjadi.
*
Keesokan harinya, aku tidak bisa ke lapangan karena kondisi jalan. Akhirnya aku memilih kembali ke kota menggunakan mobil angkutan. Jam 9 kurang aku berangkat bersama dua orang pria yang membawa beberapa drum untuk membeli bensin. Awalnya aku merasa tidak nyaman karena perempuan sendirian. Lantas aku berpikir, baiknya menganggap mereka sebagai teman baru. Lagi pula mereka sudah langganan teman-temanku yang bertugas di sini. Lambat laun suasana lebih mencair, sesekali kami berbincang. Mereka selalu tertawa melihat tingkahku yang ketakutan saat melewati jalan rusak dan mobil seperti akan melintang di jalan. Padahal supirnya sudah ahli melewati jalan seperti ini. Mereka juga suka melihatku yang sibuk mendokumentasikan perjalanan kami. Hahahaha … daripada aku stress dengan kondisi jalan, lebih baik aku foto-foto permandangan dan jalan rusak.
Jalan seperti ini hanya mobil double gardan yang bisa lewat dengan nyaman. Beberapa warga yang menggunakan motor terlihat sangat kewalahan dengan jalan rusak dan licin. Truk-truk terbenam dalam lumpur. Aku bersyukur kali ini pulangnya dengan mobil, aku bisa duduk manis menikmati perjalananku. Akhirnya jam setengah dua siang kami sampai di tujuan.
Inilah ceritaku, David. Bagaimana cerita petualanganmu bersama anak-anak? Aku ingin sekali mendengarnya. Bila sempat, kirimlah surat untukku. Aku melampirkan satu foto dalam petualanganku. Semoga kamu menyukainya.
surat-dari-desa
Sudah ya, aku mau istirahat untuk bersiap berpetualangan lagi. Akan banyak cerita seru yang selalu ingin kuceritakan padamu. Doakan aku selalu ya.

Love,
Mawar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125