Oleh. Angela Januarti
Dear. David,
Tiba-tiba aku sangat merindukanmu. Aku membaca ulang surat-surat yang
pernah kamu kirimkan. Ceritamu tidak kalah serunya dengan kisahku. Aku
merasa cukup terhibur. Aku tersenyum membayangkan ada di sampingmu saat
itu, pasti akan sangat menyenangkan. Bulan ini aku kembali
berpetualangan. Waktunya bukan lagi 3-4 hari, namun 8 hari
berturut-turut. Namun aku tidak pernah lupa pesanmu “Jangan bekerja
terlalu keras, tapi melupakan kesehatan.” Aku memilih libur di hari
minggu. Aku perlu mengumpulkan banyak energi untuk petualangan ini.
Aku menuju satu tempat yang sudah pernah kukunjungi sebelumnya. Kali
ini aku membawa motorku sendirian, begitu juga temanku. Ia menjadi
pemanduku karena aku belum hapal jalan menuju ke tempat tugasnya. Sejak
pagi hujan sangat deras, aku gelisah. Awalnya aku berencana berangkat
pagi hari.
Kutunggu hujan reda, waktu seperti tak mau diajak kompromi. Pukul 11
siang, hujan mereda sebentar. Aku melaju. Selang beberapa menit hujan
kembali turun dengan deras. Aku berhenti memasang mantel agar tidak
basah kuyup. Sebenarnya aku sangat suka hujan, karena aku selalu
berharap bisa melihat pelangi yang indah. Namun kali ini aku tidak
mengharapkan hujan, aku membayangkan jalan licin yang akan kulewati
setelah hujan.
Di tempat petualangan sebelumnya jalan tanah itu datar. Sekarang aku
berada dijalur tanah berbukit. Untuk bisa menanjak dan menuruni jalan
berbukit, perlu konsentrasi penuh. Hati dan pikiran harus berada di
tempat, tidak boleh melayang sana-sini. Salah-salah motor bisa termundur
dan tumbang. Lebih ekstrem lagi kalau tidak hati-hati diturunan, bisa
saja cungkir balik dengan motor yang dikendarai. Namun kadang bayanganmu
melintas di benakku, David. Mungkin karena aku sangat merindukanmu.
Maaf ya, kali ini aku mengusir bayanganmu sebentar agar tidak menganggu
konsentrasiku mengendarai motor.
Jaraknya jauh loh, David. Perlu waktu kurang lebih tiga jam untuk
sampai ke tujuan. Berkali-kali aku menarik napas panjang, berteriak
menghilangkan rasa takut. Temanku yang sudah terbiasa hanya tertawa
melihat tingkahku. Seorang teman lain tidak menyangka mendengar aku
membawa motor sendiri dalam kondisi jalanan licin. David … untuk kali
ini panggilan wonder women-mu berlaku untukku. Hahahaha ….
Hari ini aku bekerja di malam hari. Aku dan dua orang temanku
berkunjung ke sebuah rumah warga. Jalanan gelap gulita, kami hanya
mengandalkan lampu sorot motor. Rumah warga tersebut agak di atas bukit
dan tidak ada listrik, temanku berinisiatif menggunakan lampu pada
kamera yang dibawanya.
Aku bertemu seorang ibu, ia tinggal di rumah sangat-sangat sederhana.
Oh Tuhan, saat ia menyalakan pelita aku baru bisa melihat seisi
rumahnya. Rumah itu lebih kecil dari kamar tidurku di kota. Tak ada
sekat untuk sebuah kamar. Dindingnya terbuat dari susunan bambu berlapis
terpal.
Meski keadaan ibu ini sangat memprihatinkan, tetap ada kisah menarik
yang bisa kubagikan padamu, David. Ibu tersebut pendengarannya agak
kurang dan tidak lancar berbahasa Indonesia. Aku perlu bantuan seorang
teman untuk menterjemahkan perkataanku ke bahasa lokal. Dia juga harus
sedikit berteriak. “Bisa habis suaraku teriak-teriak,” tutur temanku
itu. Aku dan seorang teman lain tertawa melihat mereka berdua. Ibu
tersebut ikutan tertawa. Meski terkadang dia terlihat bingung mau
menjawab pertanyaanku, namun semuanya bisa berjalan lancar. Kami pulang
dengan sukacita setelah melewati waktu sebentar bersama ibu tersebut.
David … aku tersadar akan sesuatu – teman-teman bilang aku sangat
cocok mengurusi semua ini. Awalnya aku bingung, namun sekarang aku mulai
mengerti. Bertemu mereka adalah rencana Tuhan untukku agar aku lebih
bisa mensyukuri hidup dan membantu sesama. Sekali pun melewati medan
yang ekstrem dan terkadang harus mengorbankan banyak tenaga dan waktu
pribadiku, aku bahagia melakukannya. Aku pun terinspirasi pada
perjuanganmu. Jadi, teruslah mendoakanku agar tetap tulus membantu
sesama yang berkekurangan.
Sumpah …! Menulis surat ini membuatku semakin rindu padamu. Sudah
saatnya kita mengatur waktu untuk petualangan istimewa bersama-sama.
Tempatnya masih sama, kamu pasti tahu tanpa aku harus menyebutnya.
Kabari aku bila sudah menentukan waktumu.
Sampai di sini dulu ya kisah di hari pertama petualanganku. Aku
mencuri waktu istirahatku. Hihihi jangan marah ya, David. Aku akan
selalu jaga kesehatan. Don’t worry.
Jaga kesehatanmu juga. Doaku selalu untukmu, Cintaku.
Love,
Mawar
Setiap kepingan kehidupan memiliki keajaibannya sendiri. Keajaiban itulah yang ingin kubagikan dengan menulis.
28 Mei 2013
Surat Keempat dari Desa
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
- Angela Januarti
- Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar