By. Angela Januarti
Hari ini suasana rumah sangat
ramai. Adikku yang kuliah sedang liburan beberapa hari. Meski tinggal
hitungan jam dia harus kembali ke Pontianak, kegembiraan terus
berlangsung tanpa henti. Kami bercerita dan bercanda; ada papa, mama,
dua adik perempuanku, empat adik sepupu, adik ipar dan juga satu
keponakan laki-lakiku.
Ketika siang hari, ada hal aneh
dengan mama dan dua adikku. “Jul, sudah dibelikah?” ujar mama pada adik
pertamaku. Mama dan adik bungsuku tersenyum misterius. “Napa orang rumah semuanya mencurigakan gitu?” balasku kebingungan. Mereka kembali tertawa dan rasa penasaran semakin menggerogoti hatiku.
Tidak
lama, pacar adikku datang menjemputnya untuk kembali ke Pontianak. Kami
masih sempat berkumpul di toko dan membincangkan banyak hal seraya
melayani orang belanja. Seperti tim yang kompak kami melayani orang
belanja dan makan di warung nasi milik orangtuaku.
Saat mereka hendak berangkat, papa mem-packing
oleh-oleh untuk keluarga pacar adikku. Kebiasaan yang terus mereka
lakukan untuk kebanyakan teman, keluarga dan pacar anaknya yang sempat
berkunjung. Satu dus ter-packing dan sempat membuat ia
terkaget dapat banyak oleh-oleh. Tidak lupa adikku menanyakan padaku;
perlukah membawa oleh-oleh untuk satu sahabat karibku juga? “Sekalian jak,”
ucapku. “Papa … cece bilang sekalian bawa untuk calon menantu?” teriak
adikku. “What? Oi … jangan aneh-aneh ya.” Kami pun tertawa.
Lucu
sekali kalau dipikirkan, keluargaku merasa aneh karena sudah lama aku
tidak membawa seseorang yang special ke rumah. Aku sendiri sebenarnya
santai saja, akan tiba waktunya setelah hatiku memantapkan pilihan yang
terakhir pada ia yang akan menjadi pendamping hidupku nanti. Apalagi
usiaku juga masih tergolong muda. Tapi, lagi-lagi terlihat mereka
rindu untuk bercanda seperti ini dengan kehadiran pasanganku.
Malam
hari setelah makan malam, aku bersantai seraya menonton berita bersama
papaku. Saat tengah asyik menonton televisi, adik pertamaku menyodorkan
sesuatu padaku: “Ce, terima ya,” ucapnya dengan kedua tangan memegang
sesuatu agak tinggi dari kepalaku. “Apa tuch?” Diturunkannya
perlahan barang tersebut; terlihat satu buah kain sarung dan gunting
siap ia berikan. “Wai …!” Aku heboh bukan kepalangan. Ternyata adikku
memberikan satu kain dan gunting sebagai adat ia menikah lebih dulu
dariku. “Simpan ya ce.” Aku tertawa geli memikirkan semua itu. Ya ampun, sebegitu takutnya mama kalau aku tidak menikah. Hahaha ... ada-ada saja.
Terjawablah
sudah kecurigaanku, ternyata oh ternyata. Tapi aku belajar satu hal
dari kejutan yang membuatku sempat heboh. Mereka sayang padaku, ingin
aku punya keluarga kecil bersama orang yang mencintai dan kucintai. Ini
bagian doa mereka untuk kebahagiaanku. Aku mensyukuri setiap hal yang
mereka lakukan.
Dalam hati aku berbicara sesuatu pada
Tuhan dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali diriku.
Pengalaman dan kejutan sederhana yang penuh makna.
Rawak, 20 Mei 2012
Setiap kepingan kehidupan memiliki keajaibannya sendiri. Keajaiban itulah yang ingin kubagikan dengan menulis.
20 Mei 2012
KEJUTAN PENUH MAKNA
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
15 Mei 2012
Buku Antologi Pertamaku ^_^
Puji Tuhan .... Buku antologi pertamaku sudah terbit.
Telah terbit di LeutikaPrio!!!
Judul : When I Broke Up
Penulis : Jacob Julian, Langit Senja, Arinana, Antie Wijaya, Thiya Renjana, dkk
Tebal : iv + 226 hlm
Harga : Rp. 47.000,-
... ISBN : 978-602-225-409-6
Sinopsis:
“Pernah jatuh cinta? Pernah patah hati dong? Pernah pacaran? Pernah ngerasain putus dong?”
Patah hati? Jangan terus putus asa lantas ngambil cutter atau barang tajam lainnya ya. Patah hati bukan segalanya. Masih banyak hal lain yang lebih berarti ketimbang bunuh diri. Walaupun banyak sebagian orang yang mengakhiri hidupnya karena kisah cintanya yang tragis, namun jangan salah, masih banyak juga kok yang menyikapi nasib percintaannya dengan positif. Bahkan, mereka bisa bangkit dari keterpurukan cintanya.
Antologi Write True Story: “When I Broke Up” ini cocok sekali untuk kalian yang pernah/sedang patah hati. Berisi kisah-kisah motivasi untuk kembali semangat menjalani hidup. Jangan jadikan patah hati menghambat aktivitasmu. Life must go on, Guys!
Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0819 0422 1928. Untuk pembelian minimal Rp 90.000,- GRATIS ONGKIR seluruh Indonesia. Met Order, all!!
Judul : When I Broke Up
Penulis : Jacob Julian, Langit Senja, Arinana, Antie Wijaya, Thiya Renjana, dkk
Tebal : iv + 226 hlm
Harga : Rp. 47.000,-
... ISBN : 978-602-225-409-6
Sinopsis:
“Pernah jatuh cinta? Pernah patah hati dong? Pernah pacaran? Pernah ngerasain putus dong?”
Patah hati? Jangan terus putus asa lantas ngambil cutter atau barang tajam lainnya ya. Patah hati bukan segalanya. Masih banyak hal lain yang lebih berarti ketimbang bunuh diri. Walaupun banyak sebagian orang yang mengakhiri hidupnya karena kisah cintanya yang tragis, namun jangan salah, masih banyak juga kok yang menyikapi nasib percintaannya dengan positif. Bahkan, mereka bisa bangkit dari keterpurukan cintanya.
Antologi Write True Story: “When I Broke Up” ini cocok sekali untuk kalian yang pernah/sedang patah hati. Berisi kisah-kisah motivasi untuk kembali semangat menjalani hidup. Jangan jadikan patah hati menghambat aktivitasmu. Life must go on, Guys!
Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0819 0422 1928. Untuk pembelian minimal Rp 90.000,- GRATIS ONGKIR seluruh Indonesia. Met Order, all!!
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
11 Mei 2012
SENJA KEDELAPAN BELAS DI BIARA MENYURAI
#PERJALANAN MASIH PANJANG#
By. Angela Januarti
Jumat sore di masa pra-paskah. Aku dan satu teman kantorku berkunjung ke biara untuk mengikuti jalan salib. Ia sangat bersemangat ketika kuceritakan pengalaman pertamaku mengikuti jalan salib di hutan belakang biara. Jalan salib diadakan pukul setengah lima sore, tentunya kami harus izin pulang lebih awal agar tidak terlambat. Syukurlah HRD tidak terlalu ‘cerewet’ hingga dengan mudah kami mendapatkan izin.
Kami bergoncengan dan temanku membawa motor dengan kecepatan sedang. Biara mulai ramai saat kami tiba di sana. Bukan hanya anak asrama dan para suster yang biasa kutemui, umat sekitar area juga ikut bergabung dalam jalan salib. Kami duduk sejenak menunggu waktu. Sebuah tempat berbentuk bundar yang terbuat dari semen menjadi tempat kami duduk dan berbincang. Ada banyak anak asrama hari ini, mereka terlihat manis. Perbincangan terdengar asyik, mereka membahas tentang ujian.
“Ujiannya sudah selesai adik?” tanyaku pada seorang gadis di sampingku.
“Tinggal satu hari lagi kak.”
“Kalian semua kelas tiga? Kalau yang SMA kapan ujiannya?”
“Nggak semua kak. Ada juga kelas satu dan dua yang baru datang liburan ujian. Kami semua masih SMP kak.” Aku tertegun, ternyata mereka masih sangat muda.
Jalan salib dimulai, aku dan teman bersama para umat yang lain mengikuti tiap perhentian dengan khusyuk. Kami menggeliling kawasan hutan menuju pada perhentian. Berjalan seperti ini memberi kesan tersendiri. Aku membayangkan mengikuti Yesus dalam jalan salib sebenarnya. Betapa Ia berjuang keras hingga mencapai puncak Golgota. Aku saja yang hanya berjalan di jalan datar cukup merasa kelelahan.
Perhentian demi perhentian dilalui, hingga kami berhenti di perhentian 12 : Yesus Wafat di Salib. Hening dan merenung kisah sengsaranya. Beberapa saat terdengar isak tangis perlahan teman di sebelahku. Memang sangat mengharukan menghayati pengurbanan Tuhan. Aku hanya terdiam mendengarnya.
“Pin, kenapa kamu menangis?” Aku bertanya untuk menghilangkan rasa penasaranku setelah kami selesai jalan salib.
“Rasanya benar-benar konsentrasi kak. Awalnya biasa, tapi entah kenapa di perhentian 7 :Yesus Jatuh Kedua Kalinya di Bawah Salib aku merasakan haru yang luar biasa. Hingga diperhentian ke-12, aku tak bisa lagi menahan airmataku. Aku senang jalan salib di sini kak!”
Aku tersenyum mendengarnya. Ia dapat merasakan kedamaian tempat ini dan mengalami senja yang berbeda dalam versinya. Kami melanjutkan misa sore di ruang doa. Umatnya ramai, tempat duduk juga penuh. Aku dan temanku duduk berdampingan. Kami bersiap mengikuti misa bersama.
Ketika misa selesai, kami hendak beranjak pulang. Saat mendekati parkiran, aku melihat pastur berjalan menuju taman dekat parkiran. Kuucapkan salam, sudah lama tidak bertemu dan berbincang.
“Pastur, apa kabar? Angel dengar pastur jatuh dari motor kemarin. Gimana keadaan pastur?”
“Sudah lebih baik Angel.”
Aku memilih untuk tidak pulang dan berbincang sejenak, jarang sekali bisa ngobrol bersama pastur ini. Maklum, aku terlalu sungkan dengan beliau. Beliau yang paling senior di biara ini.
Kami mulai bercerita. Pastur, aku dan temanku duduk di kursi taman. Kali ini kami melewati senja bertiga. Biara sedang sepi, para penghuninya sibuk dengan kegiatan retret. Kupandangi seluruh area biara, hening berpadu desiran merdu angin senja. Aneka jenis tumbuhan memberi kesejukan, bunga di dekat kursi taman terlihat indah dengan warna kuning cerahnya. Dua ekor anjing bermain di dekat kami. Semua hal berpadu menjadi satu.
Perbincangan yang memberikan kesan manis. Paling tidak rasa sungkanku mulai berkurang dan bisa menikmati senja dengan gembira. Aku melihatnya seperti sosok ayah yang mengayomi anak-anaknya dengan kasih sayang yang tulus. Sesaat aku teringat tiap pribadi yang pernah hadir dalam senja-senjaku. Ada rasa rindu yang luar biasa berkecambuk di dada. Mereka berada jauh di sana. Melanjutkan panggilan yang Tuhan berikan untuk melayani umat.
Tuhan, andai aku boleh mengulang semua senja bersama mereka, doaku dalam keheningan senja.
Saat hari mulai gelap, aku dan temanku memutuskan kembali ke rumah dan berpamitan. Pengalaman dalam senja kali ini membuatku sadar satu hal. Senja yang Tuhan hadirkan untukku masih akan terus berlanjut, pribadi yang Ia perkenankan menuntunku selalu berbeda dalam tiap senja. Aku mengalami tahap-tahap kehidupan dan menjadikanku pribadi yang semakin ingin dekat pada Tuhan.
Seperti senja, perjalanan hidupku juga begitu. Masih banyak hal yang harus kulakukan untuk kemuliaan Tuhan. Aku belajar dari mereka yang hadir dalam senjaku. Menerima dan menjalani panggilan dengan penuh ucapan syukur. Aku di sini, masih ingin melewati banyak senja dalam-Mu Tuhanku. Karena perjalananku masih panjang, hingga akhir nanti kudapatkan senja sejati dalam kehidupan kekal bersama-Mu.
Sintang, 16 Maret 2012
By. Angela Januarti
Jumat sore di masa pra-paskah. Aku dan satu teman kantorku berkunjung ke biara untuk mengikuti jalan salib. Ia sangat bersemangat ketika kuceritakan pengalaman pertamaku mengikuti jalan salib di hutan belakang biara. Jalan salib diadakan pukul setengah lima sore, tentunya kami harus izin pulang lebih awal agar tidak terlambat. Syukurlah HRD tidak terlalu ‘cerewet’ hingga dengan mudah kami mendapatkan izin.
Kami bergoncengan dan temanku membawa motor dengan kecepatan sedang. Biara mulai ramai saat kami tiba di sana. Bukan hanya anak asrama dan para suster yang biasa kutemui, umat sekitar area juga ikut bergabung dalam jalan salib. Kami duduk sejenak menunggu waktu. Sebuah tempat berbentuk bundar yang terbuat dari semen menjadi tempat kami duduk dan berbincang. Ada banyak anak asrama hari ini, mereka terlihat manis. Perbincangan terdengar asyik, mereka membahas tentang ujian.
“Ujiannya sudah selesai adik?” tanyaku pada seorang gadis di sampingku.
“Tinggal satu hari lagi kak.”
“Kalian semua kelas tiga? Kalau yang SMA kapan ujiannya?”
“Nggak semua kak. Ada juga kelas satu dan dua yang baru datang liburan ujian. Kami semua masih SMP kak.” Aku tertegun, ternyata mereka masih sangat muda.
Jalan salib dimulai, aku dan teman bersama para umat yang lain mengikuti tiap perhentian dengan khusyuk. Kami menggeliling kawasan hutan menuju pada perhentian. Berjalan seperti ini memberi kesan tersendiri. Aku membayangkan mengikuti Yesus dalam jalan salib sebenarnya. Betapa Ia berjuang keras hingga mencapai puncak Golgota. Aku saja yang hanya berjalan di jalan datar cukup merasa kelelahan.
Perhentian demi perhentian dilalui, hingga kami berhenti di perhentian 12 : Yesus Wafat di Salib. Hening dan merenung kisah sengsaranya. Beberapa saat terdengar isak tangis perlahan teman di sebelahku. Memang sangat mengharukan menghayati pengurbanan Tuhan. Aku hanya terdiam mendengarnya.
“Pin, kenapa kamu menangis?” Aku bertanya untuk menghilangkan rasa penasaranku setelah kami selesai jalan salib.
“Rasanya benar-benar konsentrasi kak. Awalnya biasa, tapi entah kenapa di perhentian 7 :Yesus Jatuh Kedua Kalinya di Bawah Salib aku merasakan haru yang luar biasa. Hingga diperhentian ke-12, aku tak bisa lagi menahan airmataku. Aku senang jalan salib di sini kak!”
Aku tersenyum mendengarnya. Ia dapat merasakan kedamaian tempat ini dan mengalami senja yang berbeda dalam versinya. Kami melanjutkan misa sore di ruang doa. Umatnya ramai, tempat duduk juga penuh. Aku dan temanku duduk berdampingan. Kami bersiap mengikuti misa bersama.
Ketika misa selesai, kami hendak beranjak pulang. Saat mendekati parkiran, aku melihat pastur berjalan menuju taman dekat parkiran. Kuucapkan salam, sudah lama tidak bertemu dan berbincang.
“Pastur, apa kabar? Angel dengar pastur jatuh dari motor kemarin. Gimana keadaan pastur?”
“Sudah lebih baik Angel.”
Aku memilih untuk tidak pulang dan berbincang sejenak, jarang sekali bisa ngobrol bersama pastur ini. Maklum, aku terlalu sungkan dengan beliau. Beliau yang paling senior di biara ini.
Kami mulai bercerita. Pastur, aku dan temanku duduk di kursi taman. Kali ini kami melewati senja bertiga. Biara sedang sepi, para penghuninya sibuk dengan kegiatan retret. Kupandangi seluruh area biara, hening berpadu desiran merdu angin senja. Aneka jenis tumbuhan memberi kesejukan, bunga di dekat kursi taman terlihat indah dengan warna kuning cerahnya. Dua ekor anjing bermain di dekat kami. Semua hal berpadu menjadi satu.
Perbincangan yang memberikan kesan manis. Paling tidak rasa sungkanku mulai berkurang dan bisa menikmati senja dengan gembira. Aku melihatnya seperti sosok ayah yang mengayomi anak-anaknya dengan kasih sayang yang tulus. Sesaat aku teringat tiap pribadi yang pernah hadir dalam senja-senjaku. Ada rasa rindu yang luar biasa berkecambuk di dada. Mereka berada jauh di sana. Melanjutkan panggilan yang Tuhan berikan untuk melayani umat.
Tuhan, andai aku boleh mengulang semua senja bersama mereka, doaku dalam keheningan senja.
Saat hari mulai gelap, aku dan temanku memutuskan kembali ke rumah dan berpamitan. Pengalaman dalam senja kali ini membuatku sadar satu hal. Senja yang Tuhan hadirkan untukku masih akan terus berlanjut, pribadi yang Ia perkenankan menuntunku selalu berbeda dalam tiap senja. Aku mengalami tahap-tahap kehidupan dan menjadikanku pribadi yang semakin ingin dekat pada Tuhan.
Seperti senja, perjalanan hidupku juga begitu. Masih banyak hal yang harus kulakukan untuk kemuliaan Tuhan. Aku belajar dari mereka yang hadir dalam senjaku. Menerima dan menjalani panggilan dengan penuh ucapan syukur. Aku di sini, masih ingin melewati banyak senja dalam-Mu Tuhanku. Karena perjalananku masih panjang, hingga akhir nanti kudapatkan senja sejati dalam kehidupan kekal bersama-Mu.
Sintang, 16 Maret 2012
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai.
-AJ.020187-
Langganan:
Postingan (Atom)
- Angela Januarti
- Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-