By. Angela Januarti
#Kesederhanaan
Bunda Maria#
Pagi hari saat terbangun dari
tidur hatiku merasa begitu gelisah, beberapa hari lalu aku terus sibuk dengan
pekerjaan dan berkumpul bersama teman-teman. Waktu terasa berlalu begitu cepat hingga
aku mulai lelah dan ingin berhenti sejenak.
Aku membaca satu tulisan dari
seorang Diakon yang ku kenal berjudul Spasi,
tulisan itu menceritakan spasi itu seperti jeda sebentar dalam
kehidupan, sebuah kesempatan menarik diri dari aktivitas kehidupan, sehingga
seluruh aktivitas kita menjadi bermakna dan bernilai.
Ia adalah saat yang paling baik untuk
membiarkan diri menjadi sebuah ruang kosong yang siap diisi oleh Allah. Ia
adalah saat untuk berdoa.
Aku memandang pada diriku, hatiku mulai terasa kosong saat aku begitu sibuk dengan kegiatan yang kulakukan. Dalam hidup, aku membutuhkan spasi agar memberi jeda dalam setiap hal yang kulakukan. Jeda untuk aku bisa sejenak berbincang bersama Tuhan. Ketika aku memikirkan jeda itu, aku rindu satu tempat untuk aku bisa melarikan diri dari hiruk pikuk yang membisingkan. Tempat aku melewati setiap senja yang gembira bersama mereka.
Sore hari aku meluncur menuju
Biara Menyurai, dalam perjalanan aku terus membayangkan kegembiraan yang akan
ku dapatkan melewati senja di sana. Pertama memasuki kawasan Biara kudapati
frater, bruder sedang asyik berolahraga badminton di halaman depan Biara.
Akupun segera menelpon Pastor untuk memastikan dimana Ia berada.
“Pastor dimana?” tanyaku lewat
telpon.
“Saya di bawah pohon rambutan
Angel, lagi makan rambutan. Ayo kemari.”
Akupun bergegas dan melihat
Pastor sedang asyik menyantap buah rambutan yang baru dipetik. Kami menyantap
buah bersama dan bercerita. Perbincangan tentang banyak hal yang membuatku
selalu gembira melewati senja bersama mereka.
Selang waktu berjalan dan saat
ingin bersantai di kursi teras samping Biara, mataku terpana melihat kawasan
hutan di belakang Biara, aku sering mendengar ada Patung Bunda Maria di sana. Akupun
meminta Pastor menemaniku untuk berjalan ke sana. Saat memasuki kawasan hutan,
hatiku terpesona akan keindahannya, pohon-pohon menjulang tinggi dan suasananya
membuat damai di hati. Daun-daun berguguran seperti musin gugur memenuhi
kawasan tempat kami berada.
“Wah ternyata tempat ini untuk
Jalan Salib juga ya Pastor?” tanyaku kagum.
“Iya Angel, setiap perhentiannya
mengelilingi hutan ini.”
Seraya berbincang kamipun
sampai di tujuan, tempat ini biasa juga
digunakan untuk Misa hari minggu. Terdapat satu altar kecil dan kursi-kursi
panjang untuk duduk dan berdoa, dan kursi lain yang membentuk lingkaran memberi
kesan manarik untukku. Patung Bunda Maria berdiri tepat di depan kami. Kupandangi
keindahan Patung Bunda Maria yang berwarna keemasan disinari cahaya matahari
yang masuk dari sela-sela pohon-pohon yang menjulang, Bunda membawa dua tempat
air dan menggendong Yesus. Penggambaran seorang ibu yang sederhana seperti
ibu-ibu umumnya yang mengambil air di sungai sambil menggendong anaknya. Patung
Bunda Maria ini bernama Maria Regina Pacis berasal dari bahasa latin yang
berarti Maria Ratu Damai.
“Pastor, kenapa Patung Bunda
Maria ini membawa air?”
“Kebetulan di belakang hutan ini
mengalir sungai Kapuas yang memberi Kehidupan bagi masyarakat di sini. Air yang
Bunda Maria bawa adalah simbol dari AIR BARU. Bahwasannya Maria membawa Air
Kehidupan baru yang adalah Yesus sendiri.”
Bunda Maria adalah Bunda yang
menerima penebusan antisipatif, penebusan yang sama dengan umat manusia, tapi
penebusan Maria bersifat sebelum Yesus di Salib. Meski Bunda Maria merupakan
sosok yang Kudus, namun Ia tetap menjadi teladan yang sederhana. KesederhaanNya
menjadikan setiap anak yang datang padaNya untuk berdoa dan dekat dengan Tuhan
tak perlu merasa sungkan. Sentuhan Kasih Sayang yang selalu Bunda Maria
hadirkan seperti kebanyakan ibu yang memeluk anak-anakNya sambil bercerita dan
tertawa bersama. “Bunda Maria
menentramkan Hati saya” aku teringat perkataan seorang adik yang kukenal.
Ketika jeda kulakukan dan aku memilih berkunjung ke Biara Menyurai, aku
melewati senja ketiga yang menyenangkan. Senja kali ini membawaku pada
pengalaman menarik bersama Bunda Maria. Ia teladan sederhana, Bunda yang penuh
Cinta Kasih, lemah lembut dan selalu membawa kedamaian, seperti nama Regina
Pacis yang tertulis di bawah patungNya “MARIA RATU DAMAI.”
Sintang, 24 November 2011
SCA-AJ.020187