26 November 2011

SENJA KETIGA DI BIARA MENYURAI SINTANG


By. Angela Januarti

#Kesederhanaan Bunda Maria#

Pagi hari saat terbangun dari tidur hatiku merasa begitu gelisah, beberapa hari lalu aku terus sibuk dengan pekerjaan dan berkumpul bersama teman-teman. Waktu terasa berlalu begitu cepat  hingga  aku mulai lelah dan ingin berhenti sejenak.
Aku membaca satu tulisan dari seorang Diakon yang ku kenal berjudul Spasi, tulisan itu menceritakan  spasi itu seperti jeda sebentar dalam kehidupan, sebuah kesempatan menarik diri dari aktivitas kehidupan, sehingga seluruh aktivitas kita menjadi bermakna dan bernilai. Ia adalah saat yang paling baik untuk membiarkan diri menjadi sebuah ruang kosong yang siap diisi oleh Allah. Ia adalah saat untuk berdoa.
Aku memandang pada diriku, hatiku mulai terasa kosong saat aku begitu sibuk dengan kegiatan yang kulakukan. Dalam hidup, aku membutuhkan spasi agar memberi jeda dalam setiap hal yang kulakukan. Jeda untuk aku bisa sejenak berbincang bersama Tuhan. Ketika aku memikirkan jeda itu, aku rindu satu tempat untuk aku bisa melarikan diri dari hiruk pikuk yang membisingkan. Tempat aku melewati setiap senja yang gembira bersama mereka.
Sore hari aku meluncur menuju Biara Menyurai, dalam perjalanan aku terus membayangkan kegembiraan yang akan ku dapatkan melewati senja di sana. Pertama memasuki kawasan Biara kudapati frater, bruder sedang asyik berolahraga badminton di halaman depan Biara. Akupun segera menelpon Pastor untuk memastikan dimana Ia berada. 

“Pastor dimana?” tanyaku lewat telpon.

“Saya di bawah pohon rambutan Angel, lagi makan rambutan. Ayo kemari.”

Akupun bergegas dan melihat Pastor sedang asyik menyantap buah rambutan yang baru dipetik. Kami menyantap buah bersama dan bercerita. Perbincangan tentang banyak hal yang membuatku selalu gembira melewati senja bersama mereka.

Selang waktu berjalan dan saat ingin bersantai di kursi teras samping Biara, mataku terpana melihat kawasan hutan di belakang Biara, aku sering mendengar ada Patung Bunda Maria di sana. Akupun meminta Pastor menemaniku untuk berjalan ke sana. Saat memasuki kawasan hutan, hatiku terpesona akan keindahannya, pohon-pohon menjulang tinggi dan suasananya membuat damai di hati. Daun-daun berguguran seperti musin gugur memenuhi kawasan tempat kami berada.

“Wah ternyata tempat ini untuk Jalan Salib juga ya Pastor?” tanyaku kagum.

“Iya Angel, setiap perhentiannya mengelilingi hutan ini.”

Seraya berbincang kamipun sampai  di tujuan, tempat ini biasa juga digunakan untuk Misa hari minggu. Terdapat satu altar kecil dan kursi-kursi panjang untuk duduk dan berdoa, dan kursi lain yang membentuk lingkaran memberi kesan manarik untukku. Patung Bunda Maria  berdiri tepat di depan kami. Kupandangi keindahan Patung Bunda Maria yang berwarna keemasan disinari cahaya matahari yang masuk dari sela-sela pohon-pohon yang menjulang, Bunda membawa dua tempat air dan menggendong Yesus. Penggambaran seorang ibu yang sederhana seperti ibu-ibu umumnya yang mengambil air di sungai sambil menggendong anaknya. Patung Bunda Maria ini bernama Maria Regina Pacis berasal dari bahasa latin yang berarti Maria Ratu Damai. 

“Pastor, kenapa Patung Bunda Maria ini membawa air?”

“Kebetulan di belakang hutan ini mengalir sungai Kapuas yang memberi Kehidupan bagi masyarakat di sini. Air yang Bunda Maria bawa adalah simbol dari AIR BARU. Bahwasannya Maria membawa Air Kehidupan baru yang adalah Yesus sendiri.”

Bunda Maria adalah Bunda yang menerima penebusan antisipatif, penebusan yang sama dengan umat manusia, tapi penebusan Maria bersifat sebelum Yesus di Salib. Meski Bunda Maria merupakan sosok yang Kudus, namun Ia tetap menjadi teladan yang sederhana. KesederhaanNya menjadikan setiap anak yang datang padaNya untuk berdoa dan dekat dengan Tuhan tak perlu merasa sungkan. Sentuhan Kasih Sayang yang selalu Bunda Maria hadirkan seperti kebanyakan ibu yang memeluk anak-anakNya sambil bercerita dan tertawa bersama.  “Bunda Maria menentramkan Hati saya” aku teringat perkataan seorang adik yang kukenal.

Ketika jeda kulakukan dan aku memilih berkunjung ke Biara Menyurai, aku melewati senja ketiga yang menyenangkan. Senja kali ini membawaku pada pengalaman menarik bersama Bunda Maria. Ia teladan sederhana, Bunda yang penuh Cinta Kasih, lemah lembut dan selalu membawa kedamaian, seperti nama Regina Pacis yang tertulis di bawah patungNya “MARIA RATU DAMAI.”

Sintang, 24 November 2011
SCA-AJ.020187

Senja Kedua di Biara Menyurai Sintang


By. Angela Januarti

#Perkawinan Secara Katolik#

Sore ini aku kembali mendapatkan kesempatan melarikan diri dari hiruk pikuk yang membisingkan. Aku melaju dengan kendaranku menuju satu tempat di sudut kota, tempat yang selalu menyenangkan untuk kukunjungi. Sebuah Biara yang menawarkan keindahan suasana alam dan keheningan. Tujuan utamaku mememui seorang pastor yang akan memberikan saran untuk tulisanku, aku sangat bersemangat karna ingin berbincang banyak hal.   

Perbincangan tidak berlangsung lama, karena Pastor harus bersiap-siap untuk Misa sore. Kali inipun aku mendapat kesempatan untuk kembali berkumpul bersama mereka di ruang Doa.

Setelah Misa selesai, aku berminat untuk melanjutkan perbincangan kami dan Pastor pun menyarankanku untuk ikut makan malam. Perbincangan ternyata berubah topik, aku lebih tertarik bersenda gurau sambil menikmati santapan makan malam.

“Selamat malam” sapa seorang Pastor dari Paroki Lanjing, Ia baru pulang memberikan kursus persiapan perkawinan. Ia menceritakan banyak hal tentang pengalamannya dan sesaat topik itu menarik perhatianku. Aku seorang mudi Katolik belum mengerti tentang hal ini secara mendalam dan mungkin juga banyak muda-mudi mengalaminya.

Secara umum kursus persiapan perkawinan mengajarkan tentang dasar-dasar perkawinan dalam Gereja Katolik, tentang Sakramen Perkawinan, pengelolaan keuangan keluarga, pendidikan seksualitas dan perawatan kehamilan, pendidikan nilai dan komunikasi keluarga. Hal ini diharapkan agar pasangan punya pengalaman yang luas dalam membangun keluarga kecil. Keluarga yang akan menjadi Garam dan memancarkan Terang untuk setiap keluarga lain di tempat ia berada. 

“Pastor, pemberkatan pernikahan bisa dilakukan diluar Gereja tidak?” ku haturkan pertanyaan karena aku berencana untuk mangadakan Garden Party untuk pernikahanku kelak.

“Tergantung pesetujuan Pastor Paroki Angel, asalkan tempat itu layak untuk mengadakan satu Pemberkatan Perkawinan yang Suci”.  

“Angel kapan mau menikah?” tanya seorang Bruder yang juga berbincang bersama kami. 

Aku hanya tersenyum dan dengan sedikit bercanda menjawab “mungkin tahun 2015 dan apakah semua Pastor, Bruder dan Frater masih akan bertugas di sini?”

“Tidak Tahu”, jawab mereka serentak dan kamipun tertawa bersama.***

Perbincangan terus berlanjut dengan mengasyikkan, aku mendengar secara seksama semua yang mereka jelaskan, sesekali kami bercanda dan tawa pecah di tengah suasana malam dengan rintik hujan perlahan. Kali ini kami melajutkan perbincangan tentang Rehap Perkawinan yang sering dilakukan oleh pasangan yang menikah secara Adat dan resmi sebagai suami-istri, namun belum melakukan Pemberkatan Perkawinan.  

“Pastor, apa pasangan yang belum menikah secara Gereja tapi sudah resmi secara Adat boleh menerima Sakramen dalam Ekaristi?”

“Semua pasangan yang belum Pemberkatan Perkawinan belum boleh melakukan persetubuhan Angela, dan tentunya mereka tidak boleh menyambut Sakramen dalam setiap Ekaristi. Makanya, menikahlah dulu secara Gereja.”

Pada akhirnya aku belajar banyak hal, semuanya butuh proses pembelajaran dan aku belajar satu tahap demi tahap. Sama halnya ketika aku berkomitmen menjalin satu hubungan dalam istilah Pacaran, aku belajar untuk memahami pasanganku. 

Kini aku mendapatkan pengalaman berharga bersama mereka dalam satu senja yang singkat, untuk bekalku menuju satu Perkawinan Suci secara Katolik.

Aku menunggu semua Indah Pada Waktu Nya.         

Sintang, 03 November 2011
SCA-AJ.020187

Satu Senja di Biara Menyurai Sintang



By.Angela Januarti
 
Senja dalam keheningan di satu tempat  jauh dari hiruk pikuk dan kebisingan
Luas tempat ini mencapai empat hektar dengan taman dan pepohonan
Bangunan yang sudah cukup tua mengisi luasnya, dibangun pada tahun 1988.
Meski bangunan ini sudah berusia dua puluh tiga tahun, direnovasi beberapa kali
Keindahannya tetap memukau hatiku.
Aku menyukai tempat ini, dan bangunan yang satu tahun lebih muda dari usiaku…

Aku duduk diruang makan bersama seorang Romo. Kami larut dalam perbincangan.
Aku mendengarkan dengan seksama setiap kata yang terucap dari bibirnya. Saran-saran itu sangat berharga untukku.
Sesekali tanganku menulis dalam lembar kertas putih, agar aku tak melupakan point-point penting perbincangan.
Waktu  terus berjalan, tak banyak kesempatan untuk terus berbincang.
“Saya harus bersiap-siap untuk Misa sore”, ucapnya sambil bergegas.
“Sampai jam berapa Misanya Romo”, tanyaku.
“Jam enam sore Angela. Bila kamu ingin ikut, kamu bisa mempersiapkan dirimu di ruangan  untuk Misa”.

Sejenak aku berpikir dan kuputuskan untuk mengikuti misa. Misa pertama ditempat ini, meski aku sudah beberapa kali berkunjung.
Ku persiapkan diriku dan masuk ke satu ruangan. Ruangan dengan ukuran 5x7 meter, dipakai untuk Misa harian dan Misa mingguan.
Hanya terdapat enam kursi panjang di depan Altar, empat buah kursi diletakkan di sebelah kanan dan satu kursi di sisi kirinya.
Sebuah Salib besar di letakan diatas dinding dekat Altar, Patung Bunda Maria disisi kanan dekat dinding dan sebuah Tabernakel di dinding sebelah kiri.
Ku lihat empat orang anak remaja sedang sibuk menyiapkan perlengkapan Misa, mereka terlihat sedikit terkejut dengan kehadiranku. Mungkin karna aku baru pertama kali Misa disini.

“Ingin ikut Misa disini adek”, ucapku sembari tersenyum.

Merekapun tersenyum manis padaku, dan beberapa saat aku terus memperhatikan kegiatan mereka hingga akhirnya aku memilih untuk berteduh dalam Doa.

Waktu kembali berjalan, serasa tak ingin berhenti. Sesekali aku melirik jam tanganku untuk memastikan waktu. Masih ada beberapa menit untuk aku bisa mempersiapkan diriku.
Ruangan ini sunyi, hanya sesekali terdengar suara suster-suster membuka pintu ketika masuk.

Sangat hening
Terasa sangat damai
Aku merasa nyaman dengan suasana ini…
***

Lagu pembukaan dihanturkan, sesaat keheningan terpecah dengan puji-pujian kepada Tuhan.
Dua orang Romo memasuki ruangan menggunakan pakaian berwarna hijau, dalam bahasa Latin pakaian itu disebut  Kasula dan Stola untuk selendang yang dikenakan. Dalam gereja, pakaian berwarna hijau digunakan untuk Masa Biasa.

Suara nyanyian telah hilang berganti suara seorang Romo yang memimpin misa.
“Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus, Amin.”

Tanda Kemenangan yang selalu mengawali setiap Misa dan setiap hal yang ingin kulakukan. Aku sangat mencintai Tanda itu, karena ia sangat bermakna bagiku dan tentunya bagi semua umat Katolik.
Misa terus berlanjut dalam keteduhan berjumpa dengan Tuhan***

Saat memasuki pembacaan Alkitab, seorang gadis remaja maju kedepan untuk membawakan bacaan.
Ia terlihat sangat manis, wajahnya sangat polos, rambut hitam sebahunya tergerai alami
Ia mulai membaca, meski beberapa kali ia terbata. Terkadang intonasinya kurang pas, kata-kata yang diucapkan sedikit berantakan, namun ia sangat bersemangat.

“Tuhan, ia berbincang kepadaMu dengan kepolosannya”, ucapku dalam hati.

Aku tersenyum haru akan semangatnya, ia tak peduli meski ia terbata, semangatnya terus mengalir laksana air sungai yang deras dan menyejukan.

“Biarlah anak-anak datang padaKu, karena merekalah empunya Kerajaan Surga”
Aku ingat beberapa kalimat dalam satu ayat di Alkitab, “itu Perkataan Tuhan”.
YA….. anak itu, dengan segala kepolosannya, ia melayani Tuhan.
Misa terus dilanjutkan dan kami mengikutinya dengan penuh kekusukan bertemu dengan Tuhan..
***

Tanpa terasa waktu menunjukan pukul 18.08 malam, ketika Misa selesai, aku kembali berbincang.
Kudapatkan satu perkenalan, bersama seorang Romo yang belum ku kenal. Romo yang melayani salah satu Paroki di satu desa, hanya sekitar satu jam perjalanan dari tempatku berada..

Senja, berakhir indah… Bersama mereka….

Ketika semua bersiap untuk pulang, akupun berpamitan….
Aku pulang dengan satu sukacita dalam hati, akan satu senja yang indah di Biara ini…
“Terima kasih Tuhan” ***

   SCA-AJ.020187                                                                                                    
                                                                                               



25 November 2011

Tanpamu Aku Tak Sempurna*****

Dalam setiap pertanyaan yang ada, aku mencoba mencari jawabannya....
Sejenak aku terdiam dan berpikir, kenapa waktu belum mengizinkan satu Pertemuan itu terwujud, sedangkan niat yang Tulus telah ada sekian lama...
Cobaan datang silih berganti, yang terkadang siap menghancurkan apapun yang ku bangun dengan Harapan yang Kuat....

Aku merasa gundah dalam perjalanan ini, dan aku menanti uluran tanganmu untuk menggengamku erat dan melangkah bersama...
Tanpamu, aku tak Sempurna....
Karena engkau tercipta untuk menjadikannya indah, seperti keindahan PELANGI yang Tuhan hadirkan dengan warna warni cerianya...

Mungkin waktu dapat menjawabnya, namun aku tak ingin kita terus terpaku dalam keraguan yang membuat setiap hal tertunda sekian lama...
Apa yang indah, wujudkanlah...
Apa yang ingin di kejar, raihlah...
Apa yang ingin di diungkapkan, katakanlah...

Meski aku tahu segala yang ada dalam dirimu, tanpa kata-katamu....
namun bertindaklah agar Kita menyatu seperti Langit dengan Pelangi Indahnya....

Karena Kesempurnaan itu akan Tuhan ukir untuk Kita berdua selamanya....

Hingga tak ada lagi kata "Aku tak sempurna tanpamu"...

Karena kini, kau jadikan aku Pelangi sejatimu...

I love You ^-^

SCA-AJ.020187

11 November 2011

Tawa Gadis Kecil di Tengah Duka Tsunami

By. Angela Januarti

Gempa dengan kekuatan 8,9 skala richer menimbulkan tsunami hebat yang menghantam sekitar 36 wilayah serta daerah di Jepang pada 11 Maret 2011. Aku bersama team ditugaskan untuk membantu masyarakat terutama anak-anak. Keadaan jauh sekali dari normal dan tangis kanak-kanak dimana-mana, sesekali gempa kecil masih dapat kami rasa, berharap tidak ada lagi gempa susulan yang lebih besar. Hujan terus  membasahi tempat ini, permandangan tidak lagi mempesona dengan tumpukan bangunan yang hancur oleh kemarahan gelombang tsunami.

Menjelang siang  dua gadis kecil datang mengunjungi Unicef House di Takanawa, mereka membawa buku sejarah untuk di sumbangkan pada Children’s Mini-library Project. Meski hanya buku sejarah, tapi besar maknanya dari tatapan mata bening mereka. Lebih dari 80.000 buku telah terkumpul, kubayangkan kegembiraan anak-anak yang akan menerima serta membacanya. Kami membangun tempat pengungsian sementara, berkunjung ke banyak sekolah dan membawa material-material sekolah serta membagikan buku-buku yang telah terkumpul. Kudapati wajah-wajah gembira anak-anak ditengah dukacita yang mendalam, terasa begitu menenangkan.

Sudah  tiga tahun aku bekerja sebagai salah satu staf di Unicef, setiap kali mengunjungi banyak tempat, hatiku miris melihat keadaan anak-anak. Aku terpanggil untuk ikut terlibat dan memeluk mereka erat. Sebuah pelukan untuk mengatakan semua akan baik-baik saja, merekapun pantas untuk berbahagia. ***

Pagi ini kami berangkat menuju Yakushima, salah satu wilayah yang juga terkena tsunami. Tangisan, rintihan kesakitan dan duka yang mendalam kudapati saat mengunjungi beberapa tempat pengungsian, Tuhan kuatkan mereka.
Distribusi makanan dan obat-obatan telah dilakukan,berharap membantu mereka untuk kembali pulih. Di tengah ramainya pengungsi mataku tertuju pada satu gadis yang tersenyum ketika salah satu temanku menghampiri, kaki sebelah kirinya dipasang gips, ia tetap dapat tersenyum dengan keadaan kaki yang patah.

“O genkidesu ka? ” kudengar temanku menanyakan bagaimana kabar anak itu.

 “Watashi wa yoi kanji ia tersenyum kecil saat menjawab sudah lebih baik.

Mereka bercanda, sungguh satu permandangan indah ditengah duka mendalam masyarakat Jepang. Akupun tersenyum melihatnya, semoga setiap mereka merasakan kecerian di tengah duka seperti gadis kecil ini.***

Satu minggu membantu para korban tsunami di Yakushima memberikan pengalaman berharga, aku tak bisa melupakan tawa gadis kecil  serta duka mendalam masyarakat Yakushima, namun aku percaya selalu ada hal indah dibalik duka yang terjadi. Sama seperti satu peristiwa ketika tangis kanak-kanak terdengar silih berganti, satu senyuman dan tawa gadis kecil di pengungsian merubah suasana.

Aku merindukan mereka dan berdoa untuk kesembuhan mereka semua.***

Sintang, Sabtu 22 Oktober 2011

*Happy National Unicef Day
Tulisan ini aku persembahkan untuk setiap orang yang menjadikan hidupnya lebih berarti dengan membantu sesama yang membutuhkan.

Tuhan Memberkati semua niat TULUS kita.

Note. Kalau bahasa Jepangnya keliru, mohon komentarnya para Sahabat ^-^

SCA-AJ.020187
Foto saya
Berasal dari Rawak-Kalimantan Barat. Seorang yang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Senang mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang yang belum dikenal. Proses tersebutlah yang membuatnya belajar banyak hal dalam kehidupan. Cintanya adalah kebijaksanaan, dicarinya sejak masa muda. Ia ingin memperolehnya sebagai mempelai. -AJ.020187-

Followers

Bookmark

ADS-468x60

Pages

ADS 125x125